Muqodimah
.
Di dalam semesta ini saya percaya ada orang-orang yang terlahir begitu pintar. Ada orang-orang yang memiliki keilmuan lebih dan tidak pernah pelitagi ilmunya kepada orang lain. Dan sahabat bicara kali ini kita akan bertemu dengan sosok itu kita biasa mengenalnya dengan nama Guru Gembul. Namanya tak akan perah kuketahui. Dari beliaulah aku aku belajar bahwa hanya dengan banyak membaca dan membuka pikiran terhadap semua hal di hidup ini kita bisa membuka cakrawal Ilmu dan bermanfaat bagi orang lain
Pak Guru Datang
.
Alhamdulillah ya setelah Penantian Berapa lama. Dari nontonin Youtubenya dari zaman dulu, hadirlah pak Guru Gembul di sini di sahabat bicara. Terima kasih loh pak guru
Iya sama-sama, terpaksa saya itu
Oh terpaksa ya? jadi sebenarnya hati itu menolak gitu ya Pak? Tapi kan aku lihat... dari semua interviewya pak guru jarang ya cewek-cewek yang nanya sama Pak guru atau wanita atau apapun itu kan biasanya cowok-cowok semua kan?
Iya
Apa Kenapa apa banyak yang diperbincangkan itu terlalu laki atau kayak gimana ya?
Penonton Perempuan 6%
.
Saya juga enggak paham sih. Ya memang di YouTube studio saya juga ada data. Ya perempuan yang suka nonton video saya itu cuma 6%
oh berarti aku termasuk yang 6% itu
Iya jadi (penonton perempuan) 6% doang sedikit sekali.
Jadi kalau lagi gontok-gontokan di komen. Kan suka berantem tuh di komennya pak guru tuh?
Iya.. Nah itu cowok-cowok di situ
Kontroversi dan Banyak Musuh
.
Eh tapi Pak Guru nih Aku pengin nanya aku tuh adalah penonton pak guru Gembul dari kontennya awal-awal subscribernya Mas sedikit banget. Ini mungkin pada saat ini tayangkan udah pas 1 juta, kali ya...aku enggak ngerti. Dulu waktu itu konten pertama yang aku tonton adalah yang membedakan sekolah apa ya? Sekolah Kristen dan Sekolah Islam itu super kontroversial dan di mana-mana ada. Dikasih sama group wa, link dari orang, segala macam... langsung... Wow ini dia..... tapi gimana katanya kan yang bikinin channelnya istri. Sekarang istri protes enggak sih Pak Guru?
Happy dia?
Ya enggak, biasa aja. Tapi kan banyak yang nyariin, banyak yang kesal, musuh sekarang?
Kritik dan Dialektika
.
Jadi sebenarnya kritik itu bagian dari dialektik. Kalau misal ada yang menolak kemudian mengajukan gagasan baru yang menentang. Ya itu wajar
- bagian dari diskusi kita
- bagian dari obrolan kita
Sepanjang saya bikin video, Saya enggak pernah mengambil kesimpulan akhir (yang seperti apa gitu). Kalaupun ngambil kesimpulan akhir, kesimpulan saya adalah seperti ini silakan diskusikan gitu. Jadi sesuatu yang biasa-biasa aja gitu ya.
Bangsa Beradab
.
Kan salah satu yang membuat sebuah bangsa itu beradab adalah ketika mereka
- mampu mendiskusikan
- mau bertengkar dalam tataran ide
- mendiskusikan apa yang mereka Gagas/apa yang mereka kuasai apa yang mereka pahami
Enggak jadi masalah di situ.
Nyari Rumah
.
Nah yang jadi masalah itu kalau memang sampai ada yang nyari-nyari rumah katanya gitu sekarang ada banyak sekarang yang kayak gitu sampai e alamat eh anak saya sekolah di mana tuh dicari sekarang jadi itu yang bikin ya kalau mau bertengkar bertengkar(lah) dalam gagasan.
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2
Dialektika Intelektual
.
Tapi menurut Pak Guru ora masyarakat Indonesia udah sampai di level itu? belum bisa (bertengkar) gagasan (misal) Agree itu disagree..?
Ya belum,
Kita bisa masuk ke dalam ranah itu (dialektika intelektual) ketika ada kekuasaan yang lebih Absolut. Ketika kita diberikan keleluasan untuk berbicara, berbincang, justru malah enggak bisa (gak bisa sampai kesitu).
Jadi seperti waktu awal2 kemerdekaan. Kita itu
- dikasih demokrasinya liberal,
- dikasihnya terbuka,
(malah) bikin undang-undang gak selesai2. Jadi kalau misalkan kita dikasih liberalisme, kita berantemnya luar biasa. Tapi kalau misalkan kita dikasih
- pemerintahan yang lebih otoriter,
- pemerintahan yang lebih Absolut, yang mengambil tindakan lebih tegas,
maka diskusi2 itu bisa mengarah ke tataran yang justru malah lebih baik. Walaupun dengan berbagai tekanan.
(Makanya) mari kita masukkan obrolan2 kita itu hanya pada ranah intelektual. Di mana kita bisa mengetahui kadar, kriteria, dan karakteristiknya, (sehingga) bisa kita ukur gitu.
Kalau misalkan masalah emosional itu kan subjektif kita enggak bisa mengukurnya, gitu.
Jadi kalau misalkan ada orang yang menyebut
- ini... menista agama gitu.
- Atau ini tersinggung...
But according to this, Has Indonesian society reached that level? Could fight the ideas something like, agree or disagree??
I Think not yet,
We could enter that realm (intellectual dialectics) when there is more absolute power. In fact, when we are given the freedom to argue, or speak up, exactly we couldn't do it well.
So it was like at the beginning of our independence. We were given liberal democracy, (in fact) we stagnated to make act. So if we were given the liberalism style, we would have extraordinary fights. But if we were given
- a more authoritarian government,
- a more absolute government, which took firmer action,
the discussions could lead to a level that would actually be better. Even with all kinds of pressure.
So, let's put our conversations only in the intellectual realm. Where we could find out its level, criteria and its characteristic, So we could measure it. But, emotional problems are in the subjective area, we couldn't "measure" them objectively.
So, for example, if someone mentions This is... insulting religion. Or is this offended... Offense and blasphemy are subjective. We can't determine whether this is insulting or not. We don't have a measure.
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2
Pasal Karet
.
.
Makanya
saya harus menggaris bawahi dan menekankan -walaupun saya sudah sering
bilang di mana-mana- tapi saya ingin menekankan lagi. Kalau misalkan
kita berdialektika dalam gagasan dalam ide, kita bertengkarnya dalam
konteks itu saja (intelektual), bukan dalam konteks emosi bukan dalam
konteks ketersinggungan. Karena kita enggak pernah tahu ketersinggungan
itu di bagian mana? gitu.
Kalau saya misalkan mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan Indonesia adalah begini dan begitu. Itu definisi yang saya ajukan
- itu bisa ditakar,
- ada kriterianya,
- benar dan salahnya itu ada
Tapi kalau misalkan saya dianggap menista bangsa Indonesia karena telah begini dan begitu itu menjadi sangat tidak jelas, gitu.
In the end religious blasphemy is SUBJECTIVE thing. That's why, if it enters the realm of positive laws, becomes (karet) "elastic". Because the positive laws are related to the things that we could measure (objectively).
For example, I am offended,
- What is the measure that I am offended?
- What is the criteria? that someone is offended or not?
When someone break his cell phone? then called offended? or.... We couldn't make global standard for that.
That's why I have to underline and emphasize - even though I have often said it everywhere - But I want to emphasize again.
If
we have a dialectical discussion of ideas. We only "fight to discuss"
in the intellectual context, not in the emotional context, nor in the
context of offended. Because we never know the exact point of offended is,
If I define something, like Indonesia is...... The definition. I've proposed
it can be measured,
there are criteria,
right and wrong.
But
if I am considered to be insulting the Indonesian people, because I
have done like this or like that, it would be unclear, in the subjective
area.
Bani Kilab
.
Jadi misalkan contoh begini ya. Saya punya teman, saya katakan padanya "kamu tuh mirip anjing".
Itu penistaan (atau) bukan?
Itu sama sekali bukan penistaan, sejauh kita menghargai anjing. Kalau kita menganggap bahwa Anjing itu "tercela", maka sebutan saya bahwa "kamu seperti anjing" itu penistaan.
Jadi misalkan di tanah Arab, di zaman dulu, ada sahabat nabi yang namanya itu adalah Bani kilab (kabilah anjing). Dan mereka biasa-biasa aja kalau misalkan disebut ini "Al Anjing" (al kilab) gitu. Ya enggak jadi masalah, karena pada waktu itu masyarakat menghormati anjing sebagai hewan
- yang setia,
- yang berani berkorban,
makanya disebut anjing mereka senang.
So, for example, I have a friend, I told him "you look like a dog". That's blasphemy (or) not? It's not blasphemy at all, as far as we respect dogs. If we think that dogs are "despicable", then "you are like a dog" is a blasphemy.
In ancient times of Arabia, there was a friend of the prophet, whose name was "Bani Kilab" (dog tribe). And they're just normal if they call it "Al Dog" (al kilab). It wasn't a problem, because at that time people respected dogs as the loyal animals,
who dare to sacrifice,
that's why called by kilab (like dog) its normal, even happy to hear.
Se** dan Reproduksi
.
Termasuk juga misal, saya pernah berdebat gitu dengan seorang femin**, saya bilang bahwa
"perempuan itu tuntutannya adalah se** dan reproduksi."
(Bagi
dia) itu menjatuhkan perempuan seakan-akan (peranya) hanya se** dan
reproduksi. Nah itu masalahnya adalah karena beliau menganggap bahwa
reproduksi itu buruk. (Sedangkan) saya menganggap bahwa reproduksi itu
adalah
- awal mula dari peradaban,
- dan keniscayaan adanya kemanusiaan.
Jadi tidak mungkin ada manusia tanpa reproduksi, tidak mungkin ada peradaban tanpa reproduksi.
Jadi ketika misalkan saya sebutkan bahwa perempuan ada pada bagian se** dan reproduksi, dan itu biasa "ditawarkan" kepada para pria sebagai imbalan
- atas misalkan pangan di masa lampau, gitu ya
- atas perlindungan di masa lampau dan sebagainya
itu bukan penghinaan, itu adalah bagian dari kehidupan manusia.
Again, I once had an argument with a femin***, I said that "Women's demands are se* and reproduction." (For her) it puts the women down as if (their role) is only se* and reproduction.
Well, the problem is... because she thinks that reproduction is bad. (Meanwhile) I think that reproduction is the beginning of civilization, and the inevitability of the existence of of humanity. So, "humans" is nothing without reproduction, civilization couldn't be exist without reproduction.
If I mention that women are involved in se* and reproduction, and that is usually offered to men as a reward,
something like food, or protection and so on.
It's absolutely not an insulting, it's part of human life.
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2
Hierarki
.
Soal menghina atau tidak, disebut
- anjing
- atau disebut reproduksi
- atau disebut apa
itu bebas (bebas nilai). Bebas nilai tentu saja, kecuali kita sudah memberikan nilai padanya.
Jadi kalau misalkan bahasanya Sujiwejo itu, kemarin saya ngobrol sama beliau. Beliau
itu ke mana-mana ngomong janc** seperti itu. Banyak orang yang
mengatakan bahwa itu kasar. Kata dia itu adalah bahasa kesetaraan,
bahasa di mana kita jujur menyampaikan
"Apa Adanya dari isi hati saya kepada orang lain".
Dan tidak ada di situ stratifikasi tidak ada di situ hierarki.
Hierarki
yang dimaksud itu adalah ketika ngomong sama anak kecil c** ke mana,
tapi ketika ngomong yang sama yang yang besar yang Paduka yang mulia
terhormat. Nah ini kan adalah hierarki. Kalau misalkan hierarki
dihilangkan, ngobrol sama presiden c**, ke mana kan enggak jadi masalah.
Nah jadi sekali lagi kata2 itu sekali lagi adalah bebas nilai, kecuali kita memberinya nilai terlebih dahulu.
- "a dog"
- or "reproduction"
- or something like that
It's value-free, unless we have assigned value to it. So, for example, if we use Sujiwotejo's way, yesterday I met with him. He usualy use "janc*k" (fuck) to express something. Many people said, it's rude, madness. He said, it is a language of equality, which we honestly express from heart to others. And there is no stratification, and nor hierarchy.
The hierarchy referred to is when you talk to a small-child, go anywhere, but when you talk to a big one, Your Majesty is honorable. Well, this is a hierarchy. If the hierarchy is removed, chatting with "cu*" president, where it goes doesn't matter.
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2
Wah
kalau ngobrol sama Pak Guru langsung meledak nih otak aku. Tapi aku
setuju dengan itu, apalagi tadi Pak Guru bilang masalah feminis nih.
Nah sekarang tuh banyak feminis2 yang suka cepat tersinggung. Nih aku enggak tahu nih, kenapa pada feminis2? mohon maaf nih kalau ada teman-teman yang feminis juga, gitu ya. Kenapa mereka sekarang jadi lebih cepat tersinggung? padahal menurut aku memang kan perempuan dan laki-laki itu sudah ada kodratnya masing-masing. Apakah ada hubungannya dengan si patriarki?
Apakah selalu masalah feminis itu ada hubungan dengan patriarki menurut Pak Guru?
Wow, if I have a talk with you (guru gembul), my brain will immediately explode. But I agree with that, especially as the teacher said earlier about feminine issues.
Well, nowadays there are a lot of women who like to get offended quickly. Well, I don't know, why is it femini**? I'm sorry if there are friends who are femini**.
Why do they get offended more quickly now? even though in my opinion, men and women have their own nature.
Does it have anything to do with the patriarchy?
Do femini** problems always have something to do with patriarchy according to you?
Mudah Tersinggung
.
Ya tentu saja feminis muncul karena reaksi terhadap partriarki. Jadi tentu saja ada hubungannya.
Tapi kenapa mudah tersinggung? Ada banyak penyebab "mudah tersinggung". Tetapi salah satu yang paling utama adalah karena penentangnya besar.
Yeah.. of course,
femininity emerged as a reaction to patriarchy. So of course there is a connection.
But why get offended so easily? There are many causes of "irritability." But one of the main things is because the opposition is big.
Pihak yang "penentangnya besar" itu relatif sensitif (mudah tersinggung).
Oke jadi misal kalau kita ketemu sama orang di jalan, dan tatap wajahnya dia cuman apa gitu biasa gitu. Tapi kalau kita melakukan itu pada Maaf ya preman misalkan, dia bisa (digitukan). Langsung ngegebukin kita, padahal kita enggak memberikan kerugian apapun pada dia. Hanya menatap matanya,
ngapain lihat gue?
Why are you looking at me?
Nah itu dia langsung marah, langsung
ngegebukin kita.
Dan itu adalah hal yang lumrah,
Kenapa preman bisa begitu sensitif?
karena banyak musuhnya. Ketika satu pihak tertentu itu banyak musuhnya,
maka dia didorong oleh naluri untuk mempertahankan diri. Dia akan
menjadi mudah curiga kepada siapapun, kepada pihak apapun.
Nah
termasuk feminist, dalam hal ini kelompok feminist itu adalah salah satu
kelompok di Indonesia secara khusus yang paling banyak yang nyindirnya2,
itu banyak gitu. Ya orang2 yang kita kenal sekarang selebriti2 besar
apa segala rupa gitu itu banyak nyinyirin para feminis itu. Dan akhirnya
mereka kemudian pasang benteng yang terlalu besar, (untuk bertahan).
The ones that have "big opposition" is relatively sensitive (easily offended). If we meet the ones on the street, and look at their face, they're just doing.. something "normal". But if we do it to the thugs, for example, he immediately could be angry, and beat us up. Even though we didn't cause any harm to them, just looking into their eyes.
Why are you looking at me?
Yeah, you're right, they immediately got angry, immediately beat us up. and that's a normal-thing for them.
So why the thugs could be so sensitive? because they have many enemies. When a particular party has many enemies, they are driven by their instinct to defend themself. They will become easily suspicious of anyone, of any party.
Well, including femininist, the femininist is one of the groups in Indonesia especialy, that received a lot of insulting, or joking. The famous public figure, or big celebrities, and so on, criticize feminists a lot. And finally they put the big fort up for defending.
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2
Makhluk Biologis
.
Berbicara tentang laki-laki berbicara tentang
perempuan, Kenapa kita enggak berbicara dalam konteks bahwa
manusia itu adalah makhluk biologis bukan makhluk ideologis gitu.
Banyak di antara kalangan feminis yang mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan itu hanya berbeda pada kodratinya saja. Dan kodrati itu hanya pada sisi menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, itu saja. Sisanya itu adalah sama, karena (laki2 dan perempuan) sama2 punya tangan dan punya kaki.
Tapi kalau dalam konteks Biologi kan bukan seperti itu. Yang dimaksud dengan laki-laki itu adalah yang hormon dasarnya adalah testosteron dan perempuan itu adalah estrogen atau progesteron.
Nah Testosteron itu menghasilkan apa? testosteron itu menghasilkan dorongan untuk berkelahi, cabul. Dimana-mana laki-laki yang ngejar2 perempuan, karena dorongan testosteron itu.
Bahkan laki-laki paling mager (males gerak) sekalipun ketika dikasih game, pengennya game persaingan, game berantem. Ketika dia tidak dapat persaingan ketika dia tidak dapat tekanan dia akhirnya stres dan ujung-ujungnya apa? Nonton bola atau main game. Yang tetap saja main game dan nonton bola itu penuh dengan persaingan penuh dengan keringat gitu.
Talking about men and woman, why don't we talk in the biological context, not in the ideological context. Many feminists say that men and women are only different in their natural term
- -menstruation,
- pregnancy,
- childbirth,
- breastfeeding- that's all.
The rest is the same, because both have hands and feet.
But in the biological context not only like that, but also men is whose basic hormone is testosterone and women's hormone is estrogen or progesterone. Testosterone produces the urge to fight, to compete, and also obscenity. Everywhere, men chase women, because of that testosterone boost.
Even the most lazy man, when given a game, wants a competitive game, or a fighting game. When he doesn't get competition, when he doesn't get pressure, he ends up getting stressed and in the end what? Watch football or play games. Those who still play games and watching football are full of competition and sweat.
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2
Evolusi
.
Dulu di masa yang sangat lampau itu, dalam proses evolusi manusia. Ini maaf ya, buat yang enggak percaya evolusi. Dalam proses evolusi manusia semua itu cuman ada satu jenis kelamin yaitu perempuan. Tapi perempuan itu hanya bisa bereproduksi dengan cara membelah diri, tapi kalau misalkan membelah diri, itu kan sebenarnya adalah copy paste. Jadi ya bentuknya seperti itu saja, tidak berkembang tidak berevolusi berubah menjadi apa gitu. Jadi ketika nanti ada tantangan baru, katakanlah karnivora maka dia terancam untuk habis karena dia tidak bisa mengubah dirinya menjadi lebih baik.
Ini sebenarnya masih tataran bakteri, tapi anggaplah, misalkan dikejar-kejar anjing, ya kecepatannya tetap segitu-gitu aja maka tetap aja bisa kena terus gitu. Nah sedangkan dalam proses evolusi butuh ada dari spesiesnya yang bisa bertahan, yang bisa berlari lebih kencang dan ada yang lebih lambat. Yang lebih lambat jadi korban, yang bisa ini (bertahan -lari lebih kenceng) bisa berevolusi lebih berkembang lagi.
Nah akhirnya muncullah di situ jantan atau laki-laki. Nah jantan itu dibekali oleh testosteron atau dibekali oleh hormon2yang mendorong dia untuk berkompetisi, agresi dan "cabul", untuk mengadvance evolusi manusia.
But in that time, the women can only reproduce by dividing themselves, but the dividing, actually like copy paste. So just looks like that, it doesn't develop anymore in the quality, it doesn't evolve into something different.
When there is a new challenge, a carnivore, they are threatened with extinction. Because they cannot change themself to be better. This is actually still at the bacterial level, but suppose, for example, you are being chased by a dog, the speed remains the same, then they still get hit by dog.
In the process of evolution, needs to be some species that "can survive", the faster one, or the slower one. The slower one might become victims, and the faster one might be could survive, and evolve more and more. So finally "male" appeared there. Well, the male is equipped with testosterone or equipped with hormones that encourage him to compete, aggressively and "obscenely" for advancing human evolution.
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2
Komentar
Posting Komentar