Langsung ke konten utama

Emosi dan Ketersinggungan - Penistaan | Catatan Guru Gembul

 

Muqodimah
.

Di dalam semesta ini saya percaya ada orang-orang yang terlahir begitu pintar. Ada orang-orang yang memiliki keilmuan lebih dan tidak pernah pelitagi ilmunya kepada orang lain. Dan sahabat bicara kali ini kita akan bertemu dengan sosok itu kita biasa mengenalnya dengan nama Guru Gembul. Namanya tak akan perah kuketahui. Dari beliaulah aku  aku belajar bahwa hanya dengan banyak membaca dan membuka pikiran terhadap semua hal di hidup ini kita bisa membuka cakrawal Ilmu dan bermanfaat bagi orang lain


Pak Guru Datang
.

Alhamdulillah ya setelah Penantian Berapa lama. Dari nontonin Youtubenya dari zaman dulu, hadirlah pak Guru Gembul di sini di sahabat bicara. Terima kasih loh pak guru 

Iya sama-sama, terpaksa saya itu

Oh terpaksa ya? jadi sebenarnya hati itu menolak gitu ya Pak? Tapi kan aku lihat... dari semua interviewya pak guru jarang ya cewek-cewek yang nanya sama Pak guru atau wanita atau apapun itu kan biasanya cowok-cowok semua kan?

Iya 

Apa Kenapa apa banyak yang diperbincangkan itu terlalu laki atau kayak gimana ya?


Penonton Perempuan 6%
.

Saya juga enggak paham sih. Ya memang di YouTube studio saya juga ada data. Ya perempuan yang 
suka nonton video saya itu cuma 6% 

oh berarti aku termasuk yang 6% itu

Iya jadi (penonton perempuan) 6% doang sedikit sekali.

Jadi kalau lagi gontok-gontokan di komen. Kan suka berantem tuh di komennya pak guru tuh?

Iya.. Nah itu cowok-cowok di situ 


Kontroversi dan Banyak Musuh
.

Eh tapi Pak Guru nih Aku pengin nanya aku tuh adalah penonton pak guru Gembul dari kontennya awal-awal subscribernya Mas sedikit banget. Ini mungkin pada saat ini tayangkan udah pas 1 juta, kali ya...aku enggak ngerti. Dulu waktu itu konten pertama yang aku tonton adalah yang membedakan sekolah apa ya? Sekolah Kristen dan Sekolah Islam itu super kontroversial dan di mana-mana ada. Dikasih sama group wa, link dari orang, segala macam... langsung... Wow ini dia..... tapi gimana katanya kan yang bikinin channelnya istri. Sekarang istri protes enggak sih Pak Guru? 
Happy dia?

Ya enggak, biasa aja. Tapi kan banyak yang nyariin, banyak yang kesal, musuh sekarang? 


Kritik dan Dialektika
.

Jadi sebenarnya kritik itu bagian 
dari dialektik. Kalau misal ada yang menolak kemudian mengajukan gagasan baru yang menentang. Ya itu wajar 

  • bagian dari diskusi kita 
  • bagian dari obrolan kita 

Sepanjang saya bikin video, Saya enggak pernah mengambil kesimpulan akhir (yang seperti apa gitu). Kalaupun ngambil kesimpulan akhir, kesimpulan saya adalah seperti ini silakan diskusikan gitu. Jadi sesuatu yang biasa-biasa aja gitu ya. 

 

Bangsa Beradab
.

Kan salah satu yang membuat sebuah bangsa 
itu beradab adalah ketika mereka 

  • mampu mendiskusikan 
  • mau bertengkar dalam tataran ide 
  • mendiskusikan apa yang mereka Gagas/apa yang mereka kuasai apa yang mereka pahami 

Enggak jadi masalah di situ. 

 

Nyari Rumah
.

Nah yang jadi masalah itu kalau 
memang sampai ada yang nyari-nyari rumah katanya gitu sekarang ada banyak sekarang yang kayak gitu sampai e alamat eh anak saya sekolah di mana tuh dicari sekarang jadi itu yang bikin ya kalau mau bertengkar bertengkar(lah) dalam gagasan. 

Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2

 

Dialektika Intelektual
.

Tapi menurut Pak Guru ora masyarakat Indonesia udah sampai di level itu? belum bisa (bertengkar) gagasan (misal) Agree itu disagree..?

Ya belum,

Kita bisa masuk ke dalam ranah itu (dialektika intelektual) ketika ada kekuasaan yang lebih Absolut. Ketika kita diberikan keleluasan untuk berbicara, berbincang, justru malah enggak bisa (gak bisa sampai kesitu). 

Jadi seperti waktu awal2 kemerdekaan. Kita itu 

  • dikasih demokrasinya liberal, 
  • dikasihnya terbuka, 

(malah) bikin undang-undang gak selesai2. Jadi kalau misalkan kita dikasih liberalisme, kita berantemnya luar biasa. Tapi kalau misalkan kita dikasih 

  • pemerintahan yang lebih otoriter, 
  • pemerintahan yang lebih Absolut, yang mengambil tindakan lebih tegas, 

maka diskusi2 itu bisa mengarah ke tataran yang justru malah lebih baik. Walaupun dengan berbagai tekanan.

(Makanya) mari kita masukkan obrolan2 kita itu hanya pada ranah intelektual. Di mana kita bisa mengetahui kadar, kriteria, dan karakteristiknya, (sehingga) bisa kita ukur gitu. 

Kalau misalkan masalah emosional itu kan subjektif kita enggak bisa mengukurnya, gitu. 

Jadi kalau misalkan ada orang yang menyebut 

  • ini... menista agama gitu. 
  • Atau ini tersinggung... 
Ketersinggungan, dan penistaan itu kan subjektif. Kita tidak bisa punya takarannya, bahwa ini menista atau tidak. Kita tidak punya takarannya (untuk mengukurnya).

But according to this, Has Indonesian society reached that level? Could fight the ideas something like, agree or disagree??

I Think not yet,  

We could enter that realm (intellectual dialectics) when there is more absolute power. In fact, when we are given the freedom to argue, or speak up, exactly we couldn't do it well. 

So it was like at the beginning of our independence. We were given liberal democracy, (in fact) we stagnated to make act. So if we were given the liberalism style, we would have extraordinary fights. But if we were given 

  • a more authoritarian government, 
  • a more absolute government, which took firmer action,

the discussions could lead to a level that would actually be better. Even with all kinds of pressure.  

So, let's put our conversations only in the intellectual realm. Where we could find out its level, criteria and its characteristic, So we could measure it. But, emotional problems are in the subjective area, we couldn't "measure" them objectively.

So, for example, if someone mentions This is... insulting religion. Or is this offended... Offense and blasphemy are subjective. We can't determine whether this is insulting or not. We don't have a measure. 

Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2

 

Pasal Karet
.

Tapi kan lagi banyak yang ramai tuh sekarang kasus-kasus yang terakhir kemarin Pak Guru. Konten2 yang ada yang dibilang satu menista agama gara-gara satu kontennya dia. Terus ada lagi yang menista agama karena apa yang dia makan di dalam konten itu, itu gimana. 
 
Iya itulah yang saya bilang. Saya katakan bahwa itu tuh subjektif gitu. Jadi bukan berarti itu dilarang. Tetapi maksud saya, itu subjektif. Saya pernah sampaikan ini dan saya ingin menekankan ini lagi gitu. 
 
Jadi ketika ada pejabat yang dia mengatakan "Demi Allah" karena disumpah atas jabatannya, kemudian dia korupsi. Dia kan berarti menggunakan istilah2 atau simbol2 Agama, "Demi Allah", tapi kemudian dia korupsi. 
 
Nah ketika ada orang yang "Bismillah" makan babi, Ya sama aja kan (pakai) simbol2 agama. Kemudian dia melakukan kemaksiatan. Dua-duanya adalah penistaan terhadap agama, kalau mau logikanya adalah seperti itu. Tetapi kan pada akhirnya tidak (demikian). Yang satu yang makan babi, bismillah itu penistaan agama. Yang korupsi dihukum tetapi bukan gara-gara penistaan agama tapi masalah yang lain, masalah kriminalitas. 
 
Atau misalkan ada simbol2 agama yang lain, misalkan ada orang yang orang yang tidak beragama, tapi dipanggil "Rasulullah". Enggak ada yang menuntut dia gitu. 
 
Jadi ini sebenarnya (masuk pada ranah subjektifitas). Sekali lagi, bukan soal saya setuju atau enggak setuju. Tetapi soal bahwa pada akhirnya penistaan agama itu menjadi SUBJEKTIF. Makanya kalau misalkan masuk ke dalam ranah (hukum) positif gitu, atau undang-undang, ini "menjadi karet". Karena kan biasanya yang yang positif itu yang kita mengetahui takarannya apa. 
 
But there's a lot of buzz right now, the most recent cases were yesterday, Mr. Gurugembul. There are contents, that are said to be blasphemous because of their content. Then there are others who insult religion because of what they eat in the content, that's how it is. 
 
Yes, that's what I said. I said that's subjective area. So that doesn't mean it's prohibited. But I mean, it's subjective. 
 
I have said this before and I want to emphasize this again. When there is an state official who said "By Allah" because they are sworn in to their position, but then they are corrupting. It means, they are using religious terms or symbols, "For the name of Allah", but then they are corrupting.  
 
So, likewise when someone eats pork, said "Bismillah", It's the same case, isn't it? (using) religious symbols, but then commit disobedience. Both cases could be in the religious blasphemy area. if we want the logic is like that. But in the end, there is difference act. The pork eater, with "bismillah" charged with religious blasphemy. Those who are corrupting, punished, but not because of religious blasphemy, for example because of criminality.
 
Or suppose there are other symbols of religion, for example there are people who are not religious, but are called "rasulallah". Nobody demanded (religious blasphemy) from him.  
 
So this is actually (in the subjective area). Once again, not a matter of whether I agree or disagree. But the problem is in the end religious blasphemy is SUBJECTIVE thing. That's why if, it enters the realm of positive laws, becomes (karet) "elastic". Because the positive laws are related to the things that we could measure (objectively).
 
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2 

 
Ketersinggungan
.
Pada akhirnya penistaan agama itu menjadi SUBJEKTIF. Makanya kalau misalkan masuk ke dalam ranah (hukum) positif gitu, atau undang-undang, ini "menjadi karet". Karena kan biasanya yang yang positif itu yang kita mengetahui takarannya apa. 
 
Kalau misalkan saya tersinggung, 
takaran bahwa saya tersinggung itu apa?
kriteria bahwa seseorang dianggap tersinggung atau enggak tuh apa?
Apa dia mecahin hp? maka dia disebut tersinggung atau tidaknya,
Kita juga gak bisa (menakar) itu, 
 
Karena siapa yang akan kita lihat, "takaran di dalam agama", gitu kan?Jadi bingung ya? Benar juga sih Pak Guru, tapi ya itu kan terjadi. Nih sekarang ngomong2 di mana-mana di Indonesia. 
Because who are we going to see, "measures in religion", right? So confused, huh? That's true, Teacher, but yes, that happens. Now we're talking about it everywhere in Indonesia. 

Makanya saya harus menggaris bawahi dan menekankan -walaupun saya sudah sering bilang di mana-mana- tapi saya ingin menekankan lagi. Kalau misalkan kita berdialektika dalam gagasan dalam ide, kita bertengkarnya dalam konteks itu saja (intelektual), bukan dalam konteks emosi bukan dalam konteks ketersinggungan. Karena kita enggak pernah tahu ketersinggungan itu di bagian mana? gitu.

Kalau saya misalkan mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan Indonesia adalah begini dan begitu. Itu definisi yang saya ajukan 

  • itu bisa ditakar, 
  • ada kriterianya, 
  • benar dan salahnya itu ada 

Tapi kalau misalkan saya dianggap menista bangsa Indonesia karena telah begini dan begitu itu menjadi sangat tidak jelas, gitu. 

In the end religious blasphemy is SUBJECTIVE thing. That's why, if it enters the realm of positive laws, becomes (karet) "elastic". Because the positive laws are related to the things that we could measure (objectively).

For example, I am offended,  

  • What is the measure that I am offended? 
  • What is the criteria? that someone is offended or not?  

When someone break his cell phone? then called offended? or....   We couldn't make global standard for that.


That's why I have to underline and emphasize - even though I have often said it everywhere - But I want to emphasize again.
 

If we have a dialectical discussion of ideas. We only "fight to discuss" in the intellectual context, not in the emotional context, nor in the context of offended. Because we never know the exact point of offended is, 

If I define something, like Indonesia is......
The definition. I've proposed it can be measured, there are criteria, right and wrong. But if I am considered to be insulting the Indonesian people, because I have done like this or like that, it would be unclear, in the subjective area.

Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2 

 

 

Bani Kilab
.

Jadi misalkan contoh begini ya. Saya punya teman, saya katakan padanya "kamu tuh mirip anjing". 

Itu penistaan (atau) bukan? 

Itu  sama sekali bukan penistaan, sejauh kita menghargai anjing. Kalau kita menganggap bahwa Anjing itu "tercela", maka sebutan saya bahwa "kamu seperti anjing" itu penistaan.

 

Jadi misalkan di tanah Arab, di zaman dulu, ada sahabat nabi yang namanya itu adalah Bani kilab (kabilah anjing). Dan mereka biasa-biasa aja kalau misalkan disebut ini "Al Anjing" (al kilab) gitu. Ya enggak jadi masalah, karena pada waktu itu masyarakat menghormati anjing sebagai hewan 

  • yang setia, 
  • yang berani berkorban, 

makanya disebut anjing mereka senang. 

 

So, for example, I have a friend, I told him "you look like a dog". That's blasphemy (or) not? It's not blasphemy at all, as far as we respect dogs. If we think that dogs are "despicable", then "you are like a dog" is a blasphemy. 

In ancient times of Arabia, there was a friend of the prophet, whose name was "Bani Kilab" (dog tribe). And they're just normal if they call it "Al Dog" (al kilab). It wasn't a problem, because at that time people respected dogs as the loyal animals, who dare to sacrifice, that's why called by kilab (like dog) its normal, even happy to hear.


 

Se** dan Reproduksi
.

Termasuk juga misal, saya pernah berdebat gitu dengan seorang femin**, saya bilang bahwa
"perempuan itu tuntutannya adalah se** dan reproduksi."

(Bagi dia) itu menjatuhkan perempuan seakan-akan (peranya) hanya se** dan reproduksi. Nah itu masalahnya adalah karena beliau menganggap bahwa reproduksi itu buruk. (Sedangkan) saya menganggap bahwa reproduksi itu adalah 

  • awal mula dari peradaban, 
  • dan keniscayaan adanya kemanusiaan.

Jadi tidak mungkin ada manusia tanpa reproduksi, tidak mungkin ada peradaban tanpa reproduksi. 

 

Jadi ketika misalkan saya sebutkan bahwa perempuan ada pada bagian se** dan reproduksi, dan itu biasa "ditawarkan" kepada para pria sebagai imbalan 

  • atas misalkan pangan di masa lampau, gitu ya 
  • atas perlindungan di masa lampau dan sebagainya 

itu bukan penghinaan, itu adalah bagian dari kehidupan manusia. 

 

Again, I once had an argument with a femin***, I said that "Women's demands are se* and reproduction." (For her) it puts the women down as if (their role) is only se* and reproduction. 

Well, the problem is... because she thinks that reproduction is bad. (Meanwhile) I think that reproduction is the beginning of civilization, and the inevitability of the existence of of humanity. So, "humans" is nothing without reproduction, civilization couldn't be exist without reproduction.  

If I mention that women are involved in se* and reproduction, and that is usually offered to men as a reward, something like food, or protection and so on.
It's absolutely not an insulting, it's part of human life.

Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2

 

Hierarki
.

Soal menghina atau tidak, disebut

  • anjing
  • atau disebut reproduksi
  • atau disebut apa

itu bebas (bebas nilai). Bebas nilai tentu saja, kecuali kita sudah memberikan nilai padanya.  

Jadi kalau misalkan bahasanya Sujiwejo itu, kemarin saya ngobrol sama beliau. Beliau itu ke mana-mana ngomong janc** seperti itu. Banyak orang yang mengatakan bahwa itu kasar. Kata dia itu adalah bahasa kesetaraan, bahasa di mana kita jujur menyampaikan
"Apa Adanya dari isi hati saya kepada orang lain".
Dan tidak ada di situ stratifikasi tidak ada di situ hierarki. 

Hierarki yang dimaksud itu adalah ketika ngomong sama anak kecil c** ke mana, tapi ketika ngomong yang sama yang yang besar yang Paduka yang mulia terhormat. Nah ini kan adalah hierarki. Kalau misalkan hierarki dihilangkan, ngobrol sama presiden c**, ke mana kan enggak jadi masalah.

Nah jadi sekali lagi kata2 itu sekali lagi adalah bebas nilai, kecuali kita memberinya nilai terlebih dahulu.

Insulting or not, whether it's called
  • "a dog"
  •  or "reproduction"
  • or something like that

It's value-free
, unless we have assigned value to it. So, for example, if we use Sujiwotejo's way, yesterday I met with him. He usualy use "janc*k" (fuck) to express something. Many people said, it's rude, madness. He said, it is a language of equality, which we honestly express from heart to others. And there is no stratification, and nor hierarchy.

The hierarchy referred to is when you talk to a small-child, go anywhere, but when you talk to a big one, Your Majesty is honorable.
Well, this is a hierarchy. If the hierarchy is removed, chatting with "cu*" president, where it goes doesn't matter.

Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2

 

 

Wah kalau ngobrol sama Pak Guru langsung meledak nih otak aku. Tapi aku setuju dengan itu, apalagi tadi Pak Guru bilang masalah feminis nih.

Nah sekarang tuh banyak feminis2 yang suka cepat tersinggung. Nih aku enggak tahu nih, kenapa pada feminis2? mohon maaf nih kalau ada teman-teman yang feminis juga, gitu ya. Kenapa mereka sekarang jadi lebih cepat tersinggung? padahal menurut aku memang kan perempuan dan laki-laki itu sudah ada kodratnya masing-masing. Apakah ada hubungannya dengan si patriarki?
Apakah selalu masalah feminis itu ada hubungan dengan patriarki menurut Pak Guru? 

Wow, if I have a talk with you (guru gembul), my brain will immediately explode. But I agree with that, especially as the teacher said earlier about feminine issues.

Well, nowadays there are a lot of women who like to get offended quickly.
Well, I don't know, why is it femini**? I'm sorry if there are friends who are femini**.
Why do they get offended more quickly now?
even though in my opinion, men and women have their own nature.
Does it have anything to do with the patriarchy?

Do femini** problems always have something to do with patriarchy according to you?

 

Mudah Tersinggung
.

Ya tentu saja feminis muncul karena reaksi terhadap partriarki. Jadi tentu saja ada hubungannya. 

Tapi kenapa mudah tersinggung? Ada banyak penyebab "mudah tersinggung". Tetapi salah satu yang paling utama adalah karena penentangnya besar

Yeah.. of course,  femininity emerged as a reaction to patriarchy. So of course there is a connection. But why get offended so easily? There are many causes of "irritability." But one of the main things is because the opposition is big.


Pihak yang "penentangnya besar" itu relatif sensitif (mudah tersinggung). 

Oke jadi misal kalau kita ketemu sama orang di jalan, dan tatap wajahnya dia cuman apa gitu biasa gitu. Tapi kalau kita melakukan itu pada Maaf ya preman misalkan, dia bisa (digitukan). Langsung ngegebukin kita, padahal kita enggak memberikan kerugian apapun pada dia. Hanya menatap matanya, 

ngapain lihat gue?
Why are you looking at me?

Nah itu dia langsung marah, langsung ngegebukin kita.

Dan itu adalah hal yang lumrah,
Kenapa preman bisa begitu sensitif? karena banyak musuhnya. Ketika satu pihak tertentu itu banyak musuhnya, maka dia didorong oleh naluri untuk mempertahankan diri. Dia akan menjadi mudah curiga kepada siapapun, kepada pihak apapun.

Nah termasuk feminist, dalam hal ini kelompok feminist itu adalah salah satu kelompok di Indonesia secara khusus yang paling banyak yang nyindirnya2, itu banyak gitu. Ya orang2 yang kita kenal sekarang selebriti2 besar apa segala rupa gitu itu banyak nyinyirin para feminis itu. Dan akhirnya mereka kemudian pasang benteng yang terlalu besar, (untuk bertahan). 

The ones that have "big opposition" is relatively sensitive (easily offended). If we meet the ones on the street, and look at their face, they're just doing.. something "normal". But if we do it to the thugs, for example, he immediately could be angry, and beat us up. Even though we didn't cause any harm to them, just looking into their eyes.  

Why are you looking at me?
Yeah, you're right, they immediately got angry, immediately beat us up.
and that's a normal-thing for them. So why the thugs could be so sensitive? because they have many enemies. When a particular party has many enemies, they are driven by their instinct to defend themself. They will become easily suspicious of anyone, of any party.

Well, including femininist, the femininist is one of the groups in Indonesia especialy, that received a lot of insulting, or joking.
The famous public figure, or big celebrities, and so on, criticize feminists a lot. And finally they put the big fort up for defending.

Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2

 

Makhluk Biologis
.

B
erbicara tentang laki-laki berbicara tentang perempuan, Kenapa kita enggak berbicara dalam konteks bahwa manusia itu adalah makhluk biologis bukan makhluk ideologis gitu.

Banyak di antara kalangan feminis yang mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan itu hanya berbeda pada kodratinya saja. Dan kodrati itu hanya pada sisi menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, itu saja. Sisanya itu adalah sama, karena (laki2 dan perempuan) sama2 punya tangan dan punya kaki.

Tapi kalau dalam konteks Biologi kan bukan seperti itu. Yang dimaksud dengan laki-laki itu adalah yang hormon dasarnya adalah testosteron dan perempuan itu adalah estrogen atau progesteron.

Nah Testosteron itu 
menghasilkan apa? testosteron itu menghasilkan dorongan untuk berkelahi, cabul. Dimana-mana laki-laki yang ngejar2 perempuan, karena dorongan testosteron itu.

Bahkan laki-laki paling mager (males gerak) sekalipun ketika dikasih game, pengennya game persaingan, game berantem. Ketika dia tidak dapat persaingan ketika dia tidak dapat tekanan dia akhirnya stres dan ujung-ujungnya apa? Nonton bola atau main game. Yang tetap saja main game dan nonton bola itu penuh dengan persaingan penuh dengan keringat gitu.

 

Talking about men and woman, why don't we talk in the biological context, not in the ideological context. Many feminists say that men and women are only different in their natural term 

  • -menstruation, 
  • pregnancy, 
  • childbirth, 
  • breastfeeding- that's all. 

 The rest is the same, because both have hands and feet.


But in the biological context not only like that, but also
men is whose basic hormone is testosterone and women's hormone is estrogen or progesterone. Testosterone produces the urge to fight, to compete, and also 
obscenity. Everywhere, men chase women, because of that testosterone boost. Even the most lazy man, when given a game, wants a competitive game, or a fighting game. When he doesn't get competition, when he doesn't get pressure, he ends up getting stressed and in the end what? Watch football or play games. Those who still play games and watching football are full of competition and sweat.

Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2

 

Evolusi
.

Dulu di masa yang sangat lampau itu, dalam proses evolusi manusia. Ini maaf ya, buat yang enggak percaya evolusi. Dalam proses evolusi manusia semua itu cuman ada satu jenis kelamin yaitu perempuan. Tapi perempuan itu hanya bisa bereproduksi dengan cara membelah diri, tapi kalau misalkan membelah diri,  itu kan sebenarnya adalah copy paste. Jadi ya bentuknya seperti itu saja, tidak berkembang tidak berevolusi berubah menjadi apa gitu. Jadi ketika nanti ada tantangan baru, katakanlah karnivora maka dia terancam untuk habis karena dia tidak bisa mengubah dirinya menjadi lebih baik.

Ini sebenarnya masih tataran bakteri, tapi anggaplah, misalkan dikejar-kejar anjing,
ya kecepatannya tetap segitu-gitu aja maka tetap aja bisa kena terus gitu. Nah sedangkan dalam proses evolusi butuh ada dari spesiesnya yang bisa bertahan, yang bisa berlari lebih kencang dan ada yang lebih lambat. Yang lebih lambat jadi korban, yang bisa ini (bertahan -lari lebih kenceng) bisa berevolusi lebih berkembang lagi.

Nah akhirnya 
muncullah di situ jantan atau laki-laki. Nah jantan itu dibekali oleh testosteron atau dibekali oleh hormon2yang mendorong dia untuk berkompetisi, agresi dan "cabul", untuk mengadvance evolusi manusia.

 

Long time ago, in the process of human evolution. I'm sorry, for those who don't believe in evolution. In the process of human evolution, there is only one gender, namely female.

But in that time, the women can only reproduce by dividing themselves, but the dividing, actually like copy paste.
So just looks like that, it doesn't develop anymore in the quality, it doesn't evolve into something different.
 
When there is a new challenge, a carnivore, they are threatened with extinction. Because they cannot change themself to be better.
This is actually still at the bacterial level, but suppose, for example, you are being chased by a dog, the speed remains the same, then they still get hit by dog.

In the process of evolution, needs to be some species that "can survive", the faster one, or the slower one.
The slower one might become victims, and the faster one might be could survive, and evolve more and more. So finally "male" appeared there. Well, the male is equipped with testosterone or equipped with hormones that encourage him to compete, aggressively and "obscenely" for advancing human evolution.

Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korupsi dan Penjajahan | Catatan Guru Gembul

  Saya kemarin cerita ke murid2 saya di sekolah , cerita bahwa di Indonesia KORUPSI itu susah untuk diberantas. Misalkan PAK SAMBO divonis sekian tahun penjara. Siapa yang membuktikan? bahwa nanti dia akan tetap tinggal di penjara? saya katakan seperti itu. Mungkin aja dia ganti identitas, terus dia pindah pulau, pindah negara, dan sebagainya. Atau malam2 bisa keluar, kan pernah ada kejadian yang seperti itu. Karena ada contohnya, ada berita yang keluar.    Kan misalkan begitu, ini mah kan hayalan. Kan misalkan begitu...   Putus Asa . Saya katakan, jadi kalau misalkan kita mau memberantas soal korupsi, kita gak bisa bilang bahwa hukuman mati buat koruptor dan sebagainya. Gak sesederhana itu, saya jelaskan bahwa KORUPSI itu begini, begini, begini. Kemudian saya tanya , sebagai guru kan, setelah saya ajukan masalahnya. Kira2 menurut kalian, apa solusinya? Mereka itu kompak jawabnya, pak sudahlah pak, jangan bahas yang kayak gini terus. Kalau misalkan kita mau maju, kita undang lagi pemer

Masalah Pendidikan - Catatan Guru Gembul

  Guru Gembul . Berikan tepuk tangan untuk Bang guru gembul. Emang tinggal di Bandung?  Tinggal di Bandung, saya kan? orang Bandung.  Kirain sudah berkarir di Jakarta.. Saya itu dulu suka main PS. Jadi si avatarnya di dalam PS itu kalau bikin  orang gitu, buat diberantem2in, itu namanya GEMBUL apa gitu. Sedangkan  Gurunya karena guru?  Gurunya  karena saya profesinya  dalam tanda kutip ya, adalah  guru. Sampai sekarang masih mau ngajar?  MASIH..kemarin aja saya ngajar di sekolah.  Tapi itu tetap seperti guru-guru di SD Negeri atau apa? atau gimana? Guru honor  tidak tetap sih. Guru Honor, spill donk... gaji berapa sih? guru honor sekarang berapa?    Iya sekitar 900ribu sampai sejutaan, sebulan. K alau yang temen-temen saya itu bisa sampai 150.000  ada yang 200ribu. Ada juga yang bertahun2 gak dapat? jadi ikhlas aja makanya ya?  Sensasi . Makanya di sini tuh di negeri kita tuh.. Jadi ada orang-orang yang cari sensasi bikin kerusakan moral dan  lain-lain itu gajinya gede banget. Guru tu

Banjirnya Ilmu Pengetahuan | Catatan Guru Gembul

  Disklaimer Ini adalah transkrip dari youtube perbincangan Helmi Yahya dengan Guru Gembul. Jadi kalau mau melihat lebih lengkap, bisa langsung saja ke sumber perbincanganya.    Zaman Media . Sekarang itu zaman media. Jadi kalau misalnya (ada pertanyaan) Pengetahuanya darimana? Itu sebenarnya pertanyaan kurang relevan untuk zaman sekarang. Karena kita (untuk) mengetahui / akses untuk mendapatkan informasi itu banyak sekali kan? (Untuk Zaman) Sekarang pertanyaan yang paling utama BUKAN Darimana kalian mendapatkan Pengetahuan?  Tetapi darimana? (kita mengetahui bahwa) Pengetahuan itu BENAR, Pengetahuan itu bisa DIVERIFIKASI.   Kurasi menjadi penting?  kegiatan mengelola benda-benda dalam ekshibisi di museum atau galeri Iya itu penting. Kan kalau misalkan dalam metodologi ilmu itu, setelah kita mengumpulkan sebanyak mungkin sumber, kita mampu mengkritik sumber itu. Nah kita sekarang, di zaman digital, di zaman cyber, di zaman yang entah namanya apa ini? yang setiap sepuluh tahun itu namp