Tentang Pilihan
.
Wajah saya yang begini itu, itu adalah takdir. Tapi dengan saya bereaksi
- dengan wajah seperti ini, saya lakukan apa?
- Dengan wajah seperti ini saya bereaksi dengan cara seperti apa?
- Saya manfaatkan dengan cara seperti apa?
- dan sebagainya.
Jadi pilihan manusia itu sepenuhnya adalah responsif, bukan aksi. Termasuk juga saya memilih sekolah dimana? itu pilihan saya. Tetapi kemudian ketika saya memilih satu sekolah, kemudian saya sekelas dengan teman ini, dengan cewek ini, ketemu dengan guru yang seperti ini, diperlakukan dengan cara begini dan begitu, itu adalah takdir. Nanti setiap kita ketemu dengan cewek itu yang kemudian adalah takdir, kemudian merespon lagi, apakah dengan si cewek itu,
- kita berpasangan?
- kita berjauhan?
- atau temen aja?
- dan sebagainya.
Nanti kalaupun kita memilih untuk berpasangan dengan si cewek itu, misalkan ya.. kita memilih untuk berpasangan. Itu adalah pilihan kita sendiri, tetapi nanti yang terjadi setelahnya, sikap2 dia kepada kita dan sebagainya itu adalah takdir lagi. Jadi kehidupan kita itu antara takdir dan pilihan kita berselingan gonta ganti. Aksinya dari Tuhan, atau dari takdir itu, sedangkan berikutnya itu adalah pilihan kita sendiri.
Perbuatan dan Takdir
.
Tapi gambaran secara umumnya begini lah ya. Tetapi apa yang terjadi setelah perbuatan itu dilakukan, itu menjadi takdir. Misalkan gini, saya memilih menjadi seorang guru. Nah itu bener2 pendapat saya pribadi, tindakan saya pribadi, keputusan saya sendiri. Tapi ketika akhirnya saya mengajar, saya bertemu dengan orang yang sama sekali tidak saya rencanakan dan tidak saya kehendaki.
Saya bertemu dengan murid2 yang sebelumnya saya belum pernah antisipasi.
Saya bertemu dengan kepala sekolah dan guru2 yang sebelumnya belum pernah saya kenali. Nah itulah yang namanya takdir. Saya memutuskan jadi guru itu adalah keputusan saya sendiri, tetapi setelah jadi guru konsekuensinya apa? itu menjadi takdir. Kemudian misalkan saya bertemu dengan kepala sekolah yang baik hati, Nah ketika saya bertemu dengan kepala sekolah yang baik hati, apa perbuatan saya? misalkan saya menghormatinya atau misalkan saya meremehkanya, nah itu bukan kehendak kita lagi, tetapi sudah masuk ke dalam takdir. Misalkan kita dipecat, atau misalkan kita dimarahin, atau misalkan kita dibimbing menuju ke jalan yang lebih benar misalnya, itu bukan kehendak kita, atau itu bukan keputusan kita, tetapi itu adalah takdir untuk diri kita sendiri, begitu seterusnya.
Jadi maksudnya, kalau pikiran kita lagi stress, pikiran kita lagi apa, stress itu kan langsung nyerang ke otak. Otak itu biasanya juga menyerang ke seluruh tubuh kita, begitu. Misalkan hal yang sederhana ya, kita depresi, karena saking depresinya kita sampai menderita yang namanya skizofrenia. Jadi kita akhirnya mendengar bisikan. Kuping kita tidak mendengar apa pun, tetapi kuping kita merasa bahwa kita mendengar sesuatu. Artinya itu sudah masuk ke mental kita. Jad
Berpikir tapi Pusing
.
Sebenarnya aktivitas berpikir untuk menemukan solusi itu untuk sebagian orang menyenangkan. Selama kita berpikir tentang solusi. Dan kita menemukan beberapa kemungkinan solusi. Kita berpikir itu menyenangkan, bahkan bukan cuma menyenangkan itu memunculkan imajinasi2.
Jadi misalkan
Saya mau berdebat dengan seseorang yang sangat pintar, nah kemudian kita sudah mengetahui kunci2 atau cara2 untuk mengalahkanya. Maka kita memikirkanya itu dengan cara yang sangat menyenangkan. dan penuh imajinasi kesana kesini, wah saya nanti akan menggunakan ini. Saya akan menggunakan itu, dan lain2. Nah yang bikin kepala kita pusing kalau misalkan berpikir tentang matematika dan sebagainya itu adalah ketika kita berpikir dalam kondisi si otak kita sadar bahwa apa yang kita cari itu gak nemu solusinya, gitu.
Jadi gini, nemu soal matematika. Terus mentok, kita tahu bahwa kita gak bisa ngerjainya, Nah tapi kita maksain untuk mikir segala rupa, kemungkinan2 apa segala rupa, nah itu bisa bikin pusing. Tapi kalau misalkan kita berpikir tentang solusi, dan kita sebenarnya sudah tahu beberapa celah2nya yang mungkin bisa diatasi, itu gak akan bikin pusing. Bikin capek iya, bikin lelah iya, bikin konsentrasi akhirnya terganggu kalau mikirnya kelamaan itu juga iya. Tetapi kalau bikin sakit itu tidak. Nah disitulah perbedaan antara berpikir solutif dengan tidak terpaksa, lihatlah apa kepalanya sakit atau enggak.
Orang Pintar
.
Pak Guru, kenapa orang yang sangat pintar selalu membenarkan sesuatu?
Sebenarnya sebaliknya sih, karakteristik dari orang pintar itu justru malah dia jadi semakin relatif. Karena dia sangat pintar, jadi dia itu membuka segala kemungkinan. Kan gini, pintar itu maksudnya terlalu banyak informasi di dalam otaknya.
Misalkan apakah bumi itu mengelilingi matahari setiap setahun sekali atau dua tahun sekali.?
Dia membaca semua versi terkait tentang semua hal itu. Sehingga kemudian dia memunculkan sebuah alam pikiran bahwa bisa saja begitu, bisa saja begini, bahwa pendapat saya sudah diputuskan begini, tetapi saya membuka kemungkinan untuk itu. Jadi justru orang pintar itu tidak pernah ngomong pokoknya ini benar. Pokoknya itu pasti segitu dan lain sebagainya. Itu gak mungkin, yang ngomongnya,
faktanya adalah seperti ini, pokoknya adalah seperti ini, No debate pokoknya ini adalah seperti ini dan sebagainya. Itu justru orang yang kekurangan informasi. Dan secara psikologis memang sudah ketahuan, orang yang kurang informasi, yang masih puber di Youtube, masih puber di Google. Jadi nemu informasi di Youtube... wah... gitu ya. Pas nemu berita di Google, wah luar biasa seneng. Nah itu yang biasanya ngomong pokoknya mah...wah faktanya tidak terbantahkan dan lain2.
Itu juga pernah dibahas di banyak jurnal2 psikologi, bahwa orang yang bodoh biasanya justru sangat mudah untuk membenarkan sesuatu. Dan tidak mau membenarkan pendapat dari pihak lain.
Komentar
Posting Komentar