Merdeka Berpikir
.
Buat baraya yang hadir disini, yang ikutan. Kalau hadir buat acara ini, gara2 judulnya, bahwa kita harus mandiri secara intelektual. Saya harus kasih disklaimer, bahwa mandiri secara intelektual itu bikin hidup menderita. Jadi gak usah ikutan acara kayak gini. Karena seringkali orang2 yang merdeka berpikirnya, orang2 yang independent atau apapun istilahnya, sebenarnya kita tidak mungkin bisa istilah2 itu di dalam kehidupan nyata, independent, mandiri, objektif, netral, kita tidak mungkin untuk itu.
Rocky Gerung
.
TAPI mari kita bahas sama2. Jadi ceritanya begini baraya, panitia kemarin ngeluh2 sama saya, tentang betapa pusingnya, menghadirkan Rocky Gerung kesini. Alasanya sebenarnya sangat sederhana, alasanya mereka itu sudah mengajukan kepada enam universitas untuk bisa menampung kegiatan semacam ini. Dai 6 universitas itu, empat diantaranya nolak, karena pembicaranya Rocky Gerung. Dua diantaranya itu karena masalah teknis, atau masalah ujian. Tetapi empat diantaranya (beralasan) karena pembicaranya Rocky Gerung, dan karena mendekati pemilu.
Jadi kan seharusnya orang2 yang konsen di bidang politik, itu harusnya diberikan waktu, tempat yang lebih besar, ketika harus menjelang pemilu. Mereka itu harus dikasih tempat, mau pro ataupun kontra, pokoknya harus dikasih tempat. KARENA apa? ya karena untuk memberikan kepada kita referensi2 yang bagus untuk bagaimana nanti menjadi pemilih dan sebagainya. TETAPI dari enam, empat diantaranya itu karena mereka susah untuk mandiri secara intelektual, dan mandiri untuk berpikir.
Berpikir adalah
.
Jadi saya jelasin gini, baraya disini, siapa yang bisa berpikir secara mandiri? SAYA katakan, berpikir mandiri itu gak mungkin, berpikir independent itu MUSTAHIL. Karena apa? karena gini...
apa yang dimaksud dengan berpikir?
Berpikir itu adalah upaya untuk menyambungkan, upaya untuk menghubungkan informasi2 yang ada di dalam benak, sehingga menghasilkan satu informasi baru, itulah yang namanya berpikir. Atau bahasa sederhananya adalah tanya jawab di dalam benak, tanya jawab di dalam otak.
Nah upaya untuk menghubungkan informasi satu dengan informasi yang lain dalam benak itu, kita bermasalah disitu karena apa? Karena informasi2 di dalam benak itu muncul di dalam bentuk wujud. Muncul di dalam dua wujud,
- yang pertama adalah kepercayaan,
- dan yang kedua adalah pengetahuan.
Objektif
.
Nah kalau misalkan sumber2 berpikir kita didasarkan kepada kepercayaan, maka kepercayaan itu meniscayakan adanya otoritas disitu. Otoritas disitu siapa?
- Katakanlah kitab suci,
- katakanlah temen kita yang bicara.
Tahu gak kemarin di jogja ada gempa, oh gitu ya...? kita tidak melihat pada waktu itu, tetapi temen kita melihat, dan kita percaya artinya kita menempatkan otoritas itu kepada dirinya. Jadi kalau misalkan sumber2 pemikiran kita didapatkan dari kepercayaan dan pengetahuan. Kepercayaan itu mewajibkan adanya otoritas dari pihak lain yang akhirnya membuat kita independent secara pemikiran. Itu kalau kepercayaan...
Bagaimana dengan pengetahuan? Pengetahuan pun tidak akan memberikan kepada kita kemandirian dan independensi. Karena apa? pengetahuan itu meniscayakan kita terikat pada OBJEK. Jadi misalkan...
saya sebutkan ini air mineral.
kalau saya sebut ini adalah WC umum setuju enggak? nggak. Karena apa? Karena kita tahu bahwa ini adalah Air mineral. Artinya Pengetahuan itu terikat pada objeknya. Makanya pengetahuan itu disebutnya objektif, sesuai dengan objeknya. Nah jadi kalau misalkan saya mengatakan bahwa ini adalah Air mineral itu kurang lebihnya nanti kita bahas lagi, kita dekonstruksi lagi kalau mau. Tapi objektifnya adalah bahwa ini air mineral. Berarti pengetahuan kita itu terikat dan tergantung pada objeknya. Jadi kalau kita tergantung pada objeknya, maka kita menjadi tidak bisa independen dalam pikiran yang seperti ini.
Ibnu Sina
.
Jadi mau landasan berpikir kita adalah kepercayaan atau pengetahuan itu sama-sama tidak memungkinkan kita untuk berpikir secara independen atau Mandiri atau Netral tidak bisa. Makanya dalam pikiran yang paling liar, misalkan Ibnu Sina itu pernah bilang dalam bukunya saya lupa lagi namanya
dia bilang Tuhan itu tidak maha tahu dan siapapun yang mengatakan Tuhan maha tahu dia sesat.
Kenapa seperti itu? karena kata Ibnu Sina pengetahuan itu ketergantungan pada apa yang diketahuinya. Jadi kalau Tuhan tahu bahwa ini namanya Graha Pos, maka Tuhan ketergantungan pada objeknya. Sedangkan Tuhan mustahil seperti itu jadi solusinya apa? solusi filosofisnya apa? atau solusi teologisnya apa? Jadi pengetahuan Tuhan mendahului objeknya, maka pengetahuan yang paling esensial sebenarnya adalah subjektivitas Tuhan, bukan objektivitas begitu.
Tapi dalam hal ini saja maka sebenarnya
- kemandirian intelektual
- kemerdekaan berpikir
- dan sebagainya
secara absolut, kita tidak mungkin bisa mencapainya. Tapi kita sekarang di sini berbicara tentang kemandirian berpikir secara relatif. Yang absolut2 itu kita nggak mungkin bisa capai kan ya? karena kita manusia.
Esensi Manusia
.
Kita manusia2 biasa, yang absolut2 itu, kita gak bisa capai. Yang bisa kita capai itu adalah kemandirian intelektual dalam pikiran dalam ranah dalam mode dalam dimensi RELATIF. Nah dalam dimensi ini pun, ini membuat kita itu sering kali menjadi tidak bahagia karena apa? Karena ketika kita Mandiri secara intelektual atau kita mengedepankan pikiran kita akan berbenturan dengan nafsu.
Saya pernah ngobrol kemarin gini. Esensi dari manusia itu coba ini kita perdebatan nanti ya, Kalau mungkin kita perdebatkan nanti esensi dari manusia itu nafsu atau akal pikiran??
ada yang bisa jawab?
Bagian-bagian yang utama dari kehidupan manusia itu adalah nafsu atau akal pikiran? Kalau bahasa Arab kan nafsu nafsu.
Nafsu
.
Saya kemarin ngobrol, ngomong gini, Intelektual itu, berpikir itu, sekarang bisa dijiplak sama AI. Tapi nafsu tidak bisa, karena nafsu dimulai dari hormon-hormon biologis tubuh mannusia. Jadi kalau misalkan saya, eh jangan saya, Pak Dikki, eh jangan, Pak Rocky. Misal Pak Rocky suka sama perempuan misal ya, itu gak misal, bener. RASA itu muncul dari dorongan-dorongan biologis, bukan dari intelektual Beliau, saya yakin itu.
Jadi ketika AI mampu menduplikasi pikiran kita, atau kecerdasan kita. Ai tidak mampu/ tidak mungkin bisa menduplikasi nafsu kita. Karena apa? nafsu berasal dari unsur-unsur biologis dan artificial intelijen tidak memiliki itu. Hormon testosteron, estrogen, progesteron. alat-alat kelamin, saya mohon maaf otak yang bentuknya seperti ini itu sebenarnya biologis yang memunculkan hawa nafsu. Jadi esensi manusia sebenarnya dalam hal ini adalah nafsu, memang nafsu.
Jadi kalau misalkan kita Mandiri secara intelektual dalam artian kita nge-push terus pikiran-pikiran kita,
- supaya liar,
- Merdeka
- tidak terkungkung oleh apapun,
biasanya kita akan hidup dalam penderitaan.
Makhluk Kawanan
.
Misalkan salah satu yang membuat hidup kita dalam penderitaan adalah begini. Manusia itu sering saya katakan makhluk kawanan.
- Dia akan sangat resah, kalau dia ada di luar kawanan.
- Dia akan sangat resah, dia akan sangat ketakutan kalau dia tidak ada dalam satu kelompok tertentu, dia takut.
Karena itu sebagian besar Manusia itu selalu ingin ada dalam satu kelompok. Kalau mungkin di tengah-tengah, kelompok itu. Dan ketika dia di luar kelompok itu, maka dia benar-benar resah. Nah karena dia selalu ingin ada dalam kelompok maka sebagian besar orang itu ingin berpikir sama dengan orang lain. Atau menciptakan ilusi bahwa dirinya itu punya kelompok yang pikirannya sama dengan orang lain.
Tafsiran
.
Saya katakan misalkan begini, di sini Siapa yang beragama Islam? kebanyakan beragama Islam. Oke berarti disini kesimpulannya adalah setiap orang agamanya sama di sini, Betul? atau sebagian besar orang di sini agamanya sama, betul? Sebenarnya salah, karena setiap orang di sini punya agama masing-masing, agama pribadi. Jadi setiap orang
- berpikir tentang Islam
- berpikir tentang Tuhan
- berfikir tentang Syariah
itu dengan cara yang berbeda, dengan orang lain. Saya berpikir memahami Tuhan begini, Yang di sebelahnya memikirkan Tuhan begini, dan sebagainya. Sebenarnya beda-beda. Karena apa? Karena kita berpikir sebenarnya Mandiri, yang independen karena dalam otak kita ya berpikir bebas. Ya bebas karena otak kita enggak kelihatan sama orang biasa-biasa aja. Iya kan?
Jadi sebenarnya tafsiran baraya tentang Islam, tafsiran baraya tentang agama, satu dengan orang lain, itu berbeda satu sama lain. Tetapi baraya kemudian menciptakan sebuah ilusi pikiran bahwa saya itu sebenarnya sama dengan ini. Sebenarnya sama dengan ini sebenarnya sama dengan ini, sehingga muncullah satu komunitas namanya, Anggaplah kalian seorang Sunda komunitas kita adalah bangsa Indonesia dan sebagainya.
Kelompok Besar
.
Kalau misalkan ada orang Indonesia yang pindah, misalkan Ya Pindah kewarganegaraan ya bisa-bisa aja sebenarnya. Tapi kan dalam diri kita itu sudah ada keinginan untuk bersatu dengan kelompok yang lebih besar. Kita keinginannya seperti itu, makanya ketika ada orang yang ingin mandiri secara intelektual dalam hal relatif, kita semua bisa, kita semua bisa. Tapi kita nggak ada yang mau, karena kita takut lepas dari kelompok kita itu.
Dan itulah alasan kenapa Pak Rocky Gerung susah untuk berbicara di universitas2 karena kelompok Universitas itu sudah mengidentikan dirinya bahwa dirinya masuk dalam kelompok tertentu / ada yang masuk dalam kelompok tertentu. Sedangkan ini (pak Rocky ini) berbeda. Sehingga
- Wah nanti terjadi benturan-benturan
- Wah nanti pikiran saya yang sama dengan ini
- nanti di acak-acak sama dia
- dan sebagainya
Jadi untuk bisa mandiri secara intelektual, secara berpikir, kita semua melakukan itu, tapi kita tidak mau mengakuinya. Dan itulah akhirnya muncul fanatisme2.
- Jadi kamu ikut kelompok saya
- kamu ikut partai saya
- ikut apa
Saya kalau misalkan. saya ada di sebuah partai yang besar atau misalkan ketika kita lihat timnas kita ada di tengah-tengah stadion. Diantara kumpulan orang-orang berbaju merah semuanya kemudian menyanyikan lagu bersama-sama ledakan ledakan andrenalin dalam hati kita dalam otak kita itu benar-benar keluar karena rasa puas untuk ada dalam suatu kelompok. Itu naluriah, itu bagian dari kehidupan kita sekarang.
Berani nggak orang di stadion semuanya pakai baju warna merah semuanya kemudian kita satu-satunya muncul di situ pakai baju biru hidup Filipina misalkan di situ. Ada enggak yang berani seperti itu? yang berani seperti itu adalah yang mandiri secara intelektual. Tapi saya katakan tadi, untuk bisa mandiri secara intelektual itu berat dan tidak banyak orang yang mau mengambilnya itu pengantarnya nanti kita lanjut diskusi.
Komentar
Posting Komentar