Assalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh.
Budaya dan Agama
.
Sebelum saya berbicara tentang heterogenitas dan pluralitas, ijinkan saya dulu ingin memberikan catatan kaki. Jadi persengketaan antara perbedaan budaya dan agama, itu sudah dimulai di dalam dunia islam itu 1200tahun yang lalu. Antara Ahli Sunnah dengan Muktazilah. Sejak dulu sudah mulai, mana agama dan mana budaya ini (bingung).
Pertama kita melihat Al Qur-an sebagai kalam ilahi. Sebagai wahyu yang diturunkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad. TETAPI kan kita melihat, ketika Al Qur-an diturunkan, bahasa arab masih dalam pertumbuhanya. Hurufnya saja baru masih ada 15.
(Contohnya)
gambar cekung itu bisa dibaca ba, bisa dibaca ta, bisa dibaca tsa, bisa dibaca na. Nanti gambar (orang yang rukuk) bisa dibaca ja, bisa dibaca ha, bisa dibaca kho. Kita dengan ejaan baru saja, ketika dihilangkan apostrof dari e menjadi ee.. itu sudah bingung. Sedangkan itu 15 huruf bisa mengkover semacam itu. Nah itu, huruf arab itu kan disempurnakan kemudian, oleh orang2 Arab, oleh cendikiawanya. NAH kalau itu hasil pemikiran manusia, ini agama atau BUDAYA?
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2
Ilmu Tajwid juga, saya gak terlalu yakin, Nabi baca Al Qur-an dengan tajwid yang sekarang berkembang.......
Bahkan ketika Nabi meninggal dunia, setelah khilafah dipegang oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, orang2 islam yang hafal Al Qur-an banyak yang mati terbunuh di dalam pertempuran. Kemudian catatan2 Al Qur-an masih berserakan dimana2,
- di pelepah kurma,
- di batu,
- di kulit2 kambing dan sebagainya,
- yang pada rusak dimakan rayap dan sebagainya.
Ide Sayyidinaa Umar kan mengatakan, ini Al Qur-an bisa hilang kalau begini. Jadi gimana maksudnya? kita kumpulkan saja, dibukukan. Ditolak oleh Abu Bakar, tidak disuruh oleh Rosululloh. Tetapi karena Sayyidinaa Umar itu berulang-ulang meyakinkan, akhirnya Abu Bakar setuju juga, tetapi sambil ngosong, ngosong tu (ya silahkan...).
Cuplikan Video bisa kalian saksikan disini, temen2
Abu Bakar setuju sambil jengkel juga, tetapi pakai uang sendirilah, jangan pakai uang kas neagara. Untung ada Sayyidinaa Umar yang dermawan, dibiayai oleh beliau. Nah setelah dikumpulkan, yang aslinya itu dimusnahkan semuanya. Nah ini yang menjadi masalah. Sehingga ketika kita mencari aslinya yang mana? Manuskrip yang asli yang ditulis para sahabat itu yang mana? itu gak ada. Itu persoalanya....
Kemudian, ketika islam berkembang kemana2. Kan bangsa2 lain yang tidak mengenal bahasa arab kan tidak faham, disitulah mulai ada pergerakan penafsiran2. TETAPI ketika mereka menafsirkan Al Qur-an, berbeda-beda. Sampai ketika mengkodifikasikan hukum islam, menghasilkan Al Qur-an, juga hasilnya berbeda-beda. Bahkan di ibadah murni, seperti wudhu, ada yang mengatakan menyenggol itu batal, ada yang bilang tidak batal, ada yang bilang tergantung. Padahal ayatnya sama, aulamastumun nisaa-.
- Imam Asy Syafi'i bilang BATAL
- Imam Maaliki bilang tidak BATAL
- Imam Hambali bilang tergantung, kalau ada syahwatnya batal, kalau tidak ada tidak batal.
Nah ketika berbeda pendapat, itu kan pikiran manusia. Jadi, akhirnya kan timbullah pertanyaan, oleh kaum muktazilah, kaum rasional disitu. Heh bung.. begini, Al Qur-an itu makhluk atau bukan makhluk? disinilah mulai perpecahan pemahaman budaya dan agama. Jadi sudah terjadi 1200 tahun yang lalu. Dan ketika itu, korbanya sampai 10000 kaum intelektual dibantai pada zaman itu. Jadi kalau seandainya kaum muktazilah itu gak dibantai, islam sekarang akan menguasai dunia kok dengan pengetahuan2nya. Yah tetapi, bagaimana (lagi) sejarahnya seperti itu. Nah.. sampai para imam2 sendiri juga ditindas pakai raja2 yang sunni itu. Abu Hanifah, dipenjara, diracun di penjara sampai mati. Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal, juga disiksa sampai lumpuh dia. Hanya Imam Asy Syafi'i yang cerdik, ketika di interogasi, ditanya...
Imam Asy Syafi'i, menurut kamu Al Qur-an itu makhluk atau bukan makhluk? Kalau bilang makhluk, dia mungkin tidak disiksa oleh RAJA. TAPI kan disiksa di akhirat nanti. Kalau bilang bukan makhluk, ya mungkin dia disiksa sekarang ini. Jadi dia mengacungkan tanganya, sambil menunjuk jari2nya, innal Qur-an , sambil memegang jari kelingking. wat taurot, jari manis. waz zabur, jari tengah, wal injil, jari telunjuk. Ini semuanya adalah makhluk. Itu salah satu cerita tentang kecerdasan Imam Asy Syafi'i. Jadi fitnahnya luar biasa, jadi artinya sampai kepada penulisanya, juga berbeda-beda penulisanya, makanya ada qiro-at sab'ah itu beda2.
Nah kemudian para ahli sintaksis sendiri (ahli nahwu). Ketika mengurai bahasa Al Qur-an, itu sepertnya ada ketidak jujuran untuk mengatakan apa adanya. Seperti kalimat Allohumma. Secara sintaksis, Allohumma itu asalnya yaa Alloh. Yaa nya dihapus, diganti dengan mim, lalu ditaruh di akhir. Otak saya gak menerima, yaa diganti dengan mim... kenapa? Allohumma ini di dalam kitab taurot, di dalam kitab perjanjian lama, itu mereka menyebutnya Allohim. Kenapa sih? gak jujur aja, kalau ini bahasa yang diadopsi dari... atau serapan dari bahasa asing. Kenapa sih? gak jujur aja? Allohumma asalnya Allohim. Itu mungkin nanti, kebenaranya kita serahkan kepada Alloh. Sebab saja bisa terjadi, orang arab bilangnya sukar, artinya gula. Orang indonesia bilangnya sugar, orang prancis bilangnya sukr, orang spanyol bilangnya sukarino. Apakah itu serapan? apakah itu kebetulan? Nah ini proses ini kita bicarakan di dalam perpindahan bahasa dan sebagainya, dari satu bahasa ke bahasa yang lain, dalam kajian komparasi linguistik. NAH kemudian, hasil tafsiranya juga sama, bacaanya berbeda, hasilnya berbeda, nah sampai sekarang belum pernah terjadi penyelesaian. Belum ada kesepakatan sampai sekarang.
Kemudian, fiqh, yang kita... orang menyebutnya inilah hukum agama. Fiqh itu membaca Al Qur-an dan membaca Al Hadits. Dimana kondisional suatu hukum, itu sepertinya dibakukan. Harus ukuran yang benar itu, yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shollallohu 'alaihi wa Sallam. Sehingga, ketika (ditanya) bagaimana hukumnya gitar? mereka akan mencari refferensinya. Di zaman Nabi sudah ada gitar belum? gak ada... ya berarti haram. PIANO gimana? belum ada, ya berarti HARAM. Kalau gendang gimana? gendang ada (misalnya) oh berarti boleh, gendang mah. Sampai seperti itu, cebok pakai tisu boleh gak? gak boleh. Kenapa? karena Nabi gak pakai tisu. Jadi pakai apa? pakai batu, karena Nabi pakai batu. Nah pemahaman semacam ini pun sudah ada di tengah2 kita, bahwa islam yang benar itu adalah islam yang diamalkan abad ke tujuh. Sedangkan kaki kita menginjak di abad ke 21, apakah tidak tercabik cabik, semacam ini. Ini yang menjadi persoalan.
Jadi sehingga ketika menyusun fiqh pun, masing2 madzhab berbeda. Empat itu yang besar ya, yang lain puluhan, mungkin ratusan para mujtahiddin itu. Dan semua hasilnya berbeda2. Sampai di bidang zakat saja. Menurut Abu Hanifah, semangka itu tidak wajib zakat. Orang menanam cabai, itu tidak wajib zakat. Sedangkan harga cabai 120 ribu per kilogram, dia menanam cabai 10 hektar, dapat uang 4 milyar. TETAPI orang yang nanam padi yang 2.5 juta harus bayar zakat. Ini berbeda antara Imam Asy Syafi'i dan Imam Hambali. Imam maliki, kenapa mengatakan tidak wajib zakat, cabai? karena dia bukan makanan pokok. TETAPI Imam Abu Hanifah, melihat dari sisi keadilan sosial. Jadi melihat dari dua sudut pandang yang berbeda, Imam Asy Syafi'i melihat dari STRATEGI KEAMANAN PANGAN. Imam Abu Hanifah melihatnya dari sisi keadilan sosial. JADI Fiqh itu hasil pemikiran manusia atau bukan? Pertanyaanya kalau hasil pemikiran manusia ini agama atau BUDAYA?
Nah disinilah akhirnya, selagi kita berbicara masalah agama ini pakai lingkaran yang pertama, tentang syari'at atau fiqh, pasti kita bertengkar. Ketika berbicara lebih dalam lagi, lingkaran akidah, ilmu tauhid, ilmu kalam, juga kita akan bertengkar lagi. Lingkaran yang terdalam, yaitu akhlaq, juga kita akan bertengkar lagi. Baru selesai kita dengan pertengkaran ketika kita masuk pada inti agama, yaitu CINTA, saya kira seperti itu. 12.00
Komentar
Posting Komentar