Segerombol muslim di dunia kontemporer (sekarang) itu dengan bangga mengatakan bahwa islam itu adalah agama yang RASIONAL. Islam itu adalah agama yang bisa diterima oleh akal sehat, islam itu tidak ada kontradiksi di dalamnya. Saya memeluk islam adalah gara2 islam itu agama yang RASIONAL. TETAPI di sisi lain, kelompok yang sama, di kesempatan yang lain, justru malah mengungkapkan kalimat2 yang kontradiktif. Misalkan mereka mengatakan bahwa,
- jangan memahami agama dengan AKAL.
- jangan tafsirkan Al Qur-an dengan AKAL, akal itu terbatas, tidak bisa memahami hal2 yang seperti itu.
.
Akal itu hanya bisa kita gunakan setelah kita mengindra, setelah kita mengetahui sesuatu. Sedangkan sesuatu yang transenden (sesuatu yang melampaui pemahaman terhadap pengalaman biasa, dan penjelasan ilmiah) itu tidak bisa kita indra, dan sebagainya, banyak sekali alasan2nya. TETAPI disitu ketahuan, ada kontradiksi disitu. Kan begini baraya, RASIONAL itu artinya sesuai dengan RASIO. RASIO itu adalah nama lain dari akal sehat. JADI rasional itu berarti agama itu bisa dipandang dengan akal sehat. Islam rasional, berarti islam bisa difahami dengan akal sehat. Nah mereka malah justru membatasi penafsiran2 agama. Kok bisa seperti itu? kenapa kontradiksi ini ada? Sebenarnya orang yang seperti itu berfikir atau gak?
.
- Al Qur-an
- Al Hadits
- Ijma'
- Qiyas
Nah.. dari keempat itu? manakah yang menggunakan akal? TERNYATA semuanya menggunakan akal. Jadi kita mulai dari yang paling akhir. QIYAS.
Qiyas
.
Qiyas itu apa? qiyas itu adalah analogi. Jadi ternyata Imam Asy Syafi'i menggunakan analogi sebagai dasar hukum islam. Analogi itu apa? analogi itu adalah bagian dari ilmu logika. Jadi logika ternyata adalah satu bagian dari syari'at islam atau satu bagian dari sumber hukum islam. TAPI analogi itu posisi yang paling bawah, ada posisi yang lebih atas, sumber hukum islam itu apa? yaitu IJMA'
Ijma'
.
Kesepakatan ulama atau kesepakatan orang2 yang otoritatif dalam hal, atau dalam masalah2 tertentu. Nah bagaimana cara orang2 tertentu yang otoritatif itu mengambil kesimpulan dalam beragama? ternyata dia juga menggunakan.. logika. JADI Ijma' yang dimaksud itu adalah kumpulan dari fatwa2 yang menggunakan LOGIKA. Jadi mau qiyas, mau ijma' itu sepenuhnya adalah urusan akal. TAPI ijma' pun, itu hanya posisi ketiga. Ada posisi yang lebih atas lagi yaitu HADITS
Hadits
.
Hadits itu biasanya memberikan berita2 tentang sunnah, biasanya. Nah.. ini kan wahyu? berarti sumber hukum islam itu adalah wahyu. Oh ternyata tidak seperti itu baraya, karena sebenernya, hadits itu di dalam sejarah sebenarnya otoritasnya sudah pindah dari NABI ke para perowi2 hadits. Jadi misalkan begini, Nabi mengatakan A, Nabi mengatakan B. Tetapi belum tentu perkataan itu diterima oleh kaum muslimin, kalau perowinya mengatakan kalau itu haditsnya tidak shohih.
Kan misalkan IMAM BUKHORI, Imam bukhori itu telah mengumpulkan hadits selama berpuluh2 tahun, dan akhirnya ada 7000hadits yang menurut versinya itu shohih. Dari 7000 itu sebagianya adalah pengulangan. Kalau diringkas lagi, hanya ada 2000an hadits. Nah Nabi Muhammad mengucapkan kata2 selama 22tahun kenabian. Mana mungkin Nabi mengatakan sebanyak itu, tetapi yang diterima BUKHORI hanya 2000an. Berarti sebenarnya lebih banyak hadits yang hilang daripada hadits yang terpelihara oleh BUKHORI saja. Ya tentu saja banyak perowi yang lain, tetapi kita sepakati, para ulama menyepakati bahwa banyak hadits yang mungkin saja shohih, tetapi tidak bisa diterima, karena haditsnya dhoif.
Misalnya logikanya seperti ini, Nabi mengatakan... Kebersihan sebagian dari Iman. TETAPI gara2 perowi hadits itu ada yang pendusta di dalamnya, maka ulama2 hadits mengatakan bahwa perkataan itu adalah dho'if, perkataan itu kecil sekali kemungkinan disebutkan oleh Nabi. Padahal Nabi memang mengatakan seperti itu, tetapi yang merowikanya pendusta, maka hadits itu jadi dhoif, atau menjadi hasan, atau bahkan ada yang menyebut hadits itu maudhu', kalau bener2 tidak ada sumber2 periwayatan yang lain.
Demi kehati-hatian, ulama lebih memilih skeptis terhadap hadits dhoif daripada menshohihkan hadits dho'if.
Nah dengan pernyataan seperti itu, maka otoritas hadits itu dari wahyu ke Nabi, telah bergeser menjadi otoritas para perowi hadits, -yang menggunakan LOGIKA. Jadi bukhori muslim, Imam Abu Dawud, dan lain sebagainya itu sepenuhnya menggunakan metodologi kritik hadits, yang merupakan metodologi verifikasi. Jadi dunia modern itu ketika dia misalkan mau melihat sumber sebuah teks itu VALID atau tidak otentik atau tidak itu menggunakan verifikasi. METODE verifikasi inilah yang digunakan oleh BUKHORI dan MUSLIM, dan ulama2 yang lain. JADI ada verifikasi internal, ada verifikasi eksternal. Kalau bukhori menyebutnya adalah kritik sanad, dan kritik matan.
JADI di dalam hal ini, itu sepenuhnya menggunakan logika. Dengan logika semacam itu, maka hadits pun menggunakan akal pikiran. Bagaimana kita dilarang menggunakan akal? Padahal IMAM bukhori dan lain sebagainya itu menggunakan klasifikasi hadits shohih atau tidak shohih, hadits dhoif dan lain sebagainya itu menggunakan penalaran LOGIKA. TAPI kan itu cuman yang kedua. Yang kesatu itu adalah Al Qur-an.
Al Qur-an
.
Nah.... Al Qur-an itu jelas wahyu ilahi, betul? apakah menggunakan LOGIKA? menggunakan akal pikiran? Al Qur-anya kita sepakati itu berasal dari wahyu, tetapi caranya terpelihara itu menggunakan akal pikiran. Kan begini baraya, Al Qur-an itu sampai menyebut dua kali kalau tidak salah ya, di dua ayat itu... ada jaminan bahwa Al Qur-an itu pasti murni pasti terpelihara sampai akhir zaman. Nah.. bagaimana cara terpeliharanya? ternyata terpeliharanya itu dengan wasilah fatwa UMAR atau wasilah ijtihad Umar yaitu apa? PEMBUKUAN AL Qur-an.
Jadi di masa lampau, di zaman sahabat atau di zaman Abu bakar, orang yang hafal al qur-an itu sekitar 150 atau sekitar 200 orang. Ada Utsman di dalamnya, ada Ali, ada Ibnu Mas'ud dan lain sebagainya. Nah.. tetapi dalam sebuah perang, itu ada 70 orang penghafal al qur-an yang meninggal. Jadi sisanya tinggal setengahnya, tinggal seratusan. Nah karena itu Umar menjadi merasa khawatir kalau seandainya di awal2 islam berkembang itu yang meninggal itu banyak sekali, maka di masa depan mungkin saja Al Quran itu tidak terpelihara, atau tidak tahu bagaimana cara terpeliharanya. Maka dengan kekhawatiran Umar itu memunculkan sebuah ijtihad, yaitu Al Quran itu dibukukan, setelah sebelumnya tercecer dalam sebuah tulisan2 yang sederhana, atau hafalan para sahabat.
Setelah dibukukan itu, maka muncullah Al Qur-an dan Mus-haf. Jadi kalau misalkan baraya kemarin nonton Rasmun Paludan... "membakar Al Qur-an" itu sebenarnya bukan membakar Al Qur-an, membakar Mushaf. Al Qur-anya gak bisa dibakar, karena sebenarnya sejak awal tidak dibukukan, dan itu ada di hati sanubari Muslim, dalam kata2 dalam ingatan dalam perbuatan. Itu Al Qur-an itu begitu, tetapi sekarang ada Mus-hafnya. Ada Mus-hafnya itu gara2 ijtihad umar. Artinya, Alloh Subhanahu wa Ta'alaa menjanjikan bahwa Al Qur-an itu terpelihara ternyata menggunakan wasilah dari ijtihad Umar, yaitu AKAL. Nah kalau tidak ada AKAL umar itu, maka Al Qur-an itu tidak ada yang dalam bentuk seperti ini, dan mungkin tidak bisa dibakar, dan lain sebagainya. Maka intinya di dalam hal ini, ternyata Bahkan Al Qur-an pun, itu ternyata menggunakan Akal untuk bisa ada, untuk bisa kita nikmati sampai kita dewasa ini.
Penafsiran Al Qur-an
.
LAGIPULA, nah ini pentingnya, lagipula seluruh penafsiran2 Al Qur-an itu menggunakan pendekatan Akal. Jadi, kan sekarang kalau kita bacakan Al Qur-an, biasanya.... (ada bantahan) tergantung bagaimana tafsiranya. Seluruh pendekatan dalam menafsirkan Al Qur-an itu menggunakan Akal. Menafsirkan Al Qur-an itu pendekatanya ada yang menggunakan
- bayani
- burhani
- irfani
- atau di Indonesia banyak yang menggunakan 'isyari
Seperti Gus Baha, menggunakan 'isyari kadang2 ya. Nah.. itu semuanya menggunakan Akal pikiran. Misalkan...
Akal Pikiran
.
Bayan itu menggunakan pendekatan teks, menggunakan pendekatan bahasa. Nah bahasa itu produk budaya. Bahasa itu adalah wujud dari akal pikiran manusia. Jadi pendekatan yang dianggap paling tekstual pun ternyata menggunakan akal. Apalagi yang burhani, apalagi yang 'irfani apalagi yang 'isyari. NAH.. dengan alasan2 seperti itu, bagaimana kita dilarang untuk menggunakan akal pikiran, untuk memahami teks Al Qur-an. Karena seluruh tafsiran ayat Al Qur-an itu menggunakan akal pikiran. KETRIMA gak? hal yang seperti ini? woo.. gak bisa kayak gitu, guru gembul.. anda ini berlebihan dalam hal... bla bla bla... Islam itu tidak bisa dipahami dengan akal dan sebagainya, dan sebagainya. Nah baraya mau menolak, baraya mau setuju, baraya mau berdebat hebat kayak gimana pun, baraya menggunakan AKAL. Baraya yang menolaknya pun, baraya menggunakan akal. Baraya yang menerimanya, juga menggunakan AKAL. Baraya yang berdebat disitu, itu sepenuhnya menggunakan akal. JADI kayak gimana donk? jadi aslinya disuruhnya memang seperti itu baraya. INI PENTING ya.. ini harus saya garis bawahi berulang-ulang. Jadi begini.. di dalam Al Qur-an itu memahami Al Qur-an itu cuman ada dua cara. Menggunakan AKAL, dan menggunakan hawa nafsu, TIDAK ADA yang lain.
Barangsiapa yang berpendapat pada Al Qur-an dengan pendapatnya, ia telah melakukan kesalahan meskipun pendapatnya benar.
(HR. TIRMIDZI)
Maksudnya dengan pendapatnya sendiri, adalah terburu-buru menjawab tanpa mempertimbangkan ulama otoritatif, ilmu, dan pendekatan bahasa.
(Ibnu 'Athiyah, Muharror Al Wajiz, fit tafsir kitabil 'aziz)
Di dalam Al Qur-an disebutkan ya... menggunakan Akal dan menggunakan hawa nafsu. Yang diwajibkan itu adalah menggunakan akal, dan yang diharamkan itu menggunakan hawa nafsu. Makanya di dalam Al Qur-an itu penuh sekali terkait dengan AL Qur-an ini dipahami oleh orang2 yang BERPIKIR, oleh orang2 yang mau mehamai. Coba renungkanlah.. coba pikirkanlah.. Itu ayat2 yang seperti itu setidaknya ada 31 yang secara tekstual, secara literal menyebut bahwa berpikirlah, atau al Qur-an ini hanya untuk orang2 yang menggunakan akal dan sebagainya. Ini itu jumlahnya setidaknya 71 ayat, jumlah yang sangat banyak. Artinya apa? artinya Al Qur-an itu memang harus dipahami dengan Akal, makanya
- ijtihad Umar yang tadi itu
- kemudian Imam Asy Syafi'i, Bukhori
- kemudian para perowi hadits yang mengkritik hadits memverifikasi hadits.
- kemudia para mufassir, Misalnya Jalalain, Imam At Thobari, Imam Ibnu Katsir
Itu semua menggunakan akal. Jadi bagaimana ceritanya orang2 zaman now, yang oh.. jangan pakai AKAL.
KENAPA ada orang2 yang seperti itu? karena begini baraya. Akal itu adalah ayat yang bisa kita gunakan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Nah... orang2 yang seperti itu, sengaja mengajarkan kesalahan, mengajarkan kesesatan. TETAPI agar mereka tetap memiliki pengikut, maka mereka langsung katakan jangan menggunakan AKAL, dalam memahami agama. Padahal memahami kata2 mereka. Jadi semuanya harus doktrin, harus sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Nah.. karena mereka itu menggunakan cara yang seperti itu, pendekatanya adalah HAWA NAFSU, biasanya mereka itu pemarah. Kalau pemarah itu kemana2 mudah sekali marah. Ya kenapa seperti itu? ya karena mereka itu menggunakan hawa nafsu. Karena kalau mereka tidak menggunakan hawa nafsu, mereka tidak marah2.
Sama seperti seorang penafsir Al Qur-an, coba baraya cek, mufassir Al Qur-an di Indonesia yang terkenal Pak Quraish Shihab, Gus Baha, itu jarang marah2. Karena menggunakan akal, bukan menggunakan hawa nafsu untuk memahami Al Qur-an, untuk menafsirkan Al Qur-an. Nah.. kalau misalkan yang menggunakan hawa nafsu, itu tidak pakai akal, makanya sukanya marah2. Misalkan yang di pesantren anu... jadi pagi2 mereka sudah keliling kompleks, ini buat pesantren anu, pesantren anu, termasuk orang yang kafir juga dimintain. Pas sudah itu jadi masjid, di Masjid itu beli TOA yang buatan orang kafir untuk mengkafir2kan manusia. Jadi minta ke orang kafir, pakai TOA orang kafir, kemudian mengkafir-kafirkan manusia. KENAPA gak berakhlak? kenapa gak berakal? karena mereka UDAH.. gak usah pakai AKAL, pokoknya dengerin saya ngomong, sami'naa wa atho'naa dan lain sebagainya gitu.
Padahal di dalam Al Qur-an dijelaskan, bahwa seburuk buruknya makhluk hidup di bumi ini adalah makhluk yang tidak mau memahami, makhluk yang tidak memiliki akal, makhluk yang tidak mau berakal. JADI baraya jangan sampai terjebak sama kelompok yang itu, karena ...
jangan ke kelompok itu, udah Al Qur-an mah jangan dipahami dengan AKAL, dan sebagainya. Mereka semua jangan terkait dengan akal, terkait dengan diskusi, terkait dengan yang buka-buka alam pikiran kita itu mereka MELARANG semuanya. Karena apa? karena mereka melakukan hal2 yang tidak baik, dan mereka agar keburukan mereka itu tidak terendus, mereka melarang ALAT untuk mengendus keburukan itu, yaitu AKAL. Semoga dipahami, terimakasih sudah menyimak....
Komentar
Posting Komentar