Langsung ke konten utama

Sejarah Hukum dan Keadilan | Catatan Guru Gembul

 

 

Sejarah Hukum Tertua

Hukuman mati itu adalah hukuman tertua, bahkan sebelum ada hukuman penjara, hukuman mati dulu. Hukuman penjara itu sebenarnya adalah alternatif bagi hukuman denda. Hukuman denda sebenarnya adalah alternatif bagi hukuman mata balas mata. Jadi kalau kita runut dari sejarahnya, kenapa harus kita runut dari sejarahnya dulu? 

 

Sejarah tertua yang kita kenal, itu adalah Codex Hammurabi, yang tertua yang bisa kita ketahui. Karena sejarah itu tergantung pada catatan. Catatan tertua kita itu adalah codex hammurabi. Jadi ada sebuah tiang, yang disimpan di alun2, disitu ada pasal2 semuanya. Orang2 mesopotamia sudah menuliskan, jadi prinsip dari hukum hammurabi itu adalah hukum mata balas mata, gigi balas gigi. Jadi kalau misalkan baraya matahin tangan orang lain, ya dipatahin lagi. Kalau membunuh, ya dibunuh lagi. Kalau memperkosa? hukuman mati juga. Kenapa seperti itu? ya pada waktu itu orang masih belum menemukan bagaimana mekanisme kontrol sosial. Jadi struktur sosial sudah terbentuk, jaringan, penguasa sudah terbentuk, bagaimana jaringan kekuasaan itu bisa melindungi dan mengendalikan seluruh rakyatnya. Nah, makanya muncul yang namanya hukum. Nah si hukum itu pada waktu itu prinsipnya adalah seperti itu. Kenapa bisa seperti itu? karena adanya prinsip keadilan. 

 

Sebenarnya prinsip keadilan itu adalah prinsip yang seharusnya kita rombak. Jadi keadilan itu dasarnya adalah sama sekali tidak adil. Dan keadilan itu dasarnya tidak benar. Nah prinsip keadilan itulah yang memunculkan hukuman mata di balas mata. Keadilan itu hanya dituntut oleh pihak yang kalah. Ketika ada hukum mata dibalas mata, itu merugikan negara, karena keadilan itu "merugikan negara". Kenapa merugikan negara? misalkan gini

 

Di Sebuah negara ada 100SDM yang harus macul, yang harus bikin irigasi, dan sebagainya. Si warga negara melakukan pembunuhan, jadi warga tinggal 99, dihukum mati juga, jadi warga tinggal 98. Dalam konteks zaman dahulu orang2 sangat butuh identitas komunal, maka pengurangan sumber daya manusia itu menjadi fatal dampaknya. Maka orang2 dahulu berfikir, kayaknya ini gak pas. Jadi hukuman mati, hukuman mata dibalas mata itu merugikan, makanya muncullah alternatifnya denda. Kalau denda, maka negara diuntungkan. Si pelanggarnya dirugikan, negaranya diuntungkan. Enak kan? hukuman denda itu seperti itu, jadi negara punya sumber daya untuk menafkahi orang lain. Penjara itu adalah alternatif dari denda. Saya harusnya kena denda, karena gak punya uang, dipenjara sebagai jaminan, sampai dia bisa membayar. Awal mulanya itu seperti itu. Tiga narasi hukum ini, sepanjang sejarah itu jalan terus semuanya. Nah tetapi, ketika ditetapkan hak asasi manusia (HAM). Ini memunculkan problematika, apakah ada pelanggaran yang dilakukan manusia yang menyebabkan hak dia untuk hidup itu hilang. Hak itu adalah dari kewajiban, kewajiban asasi manusia adalah mempertahankan diri dan orang lain. Kalau kewajiban manusia itu tidak dipenuhi, maka hak dia untuk hidup itu akan hilang. Ada yang mengatakan seperti itu, di beberana negara bagian amerika ada yang sampai sekarang masih menganut seperti itu. 

 

Ada yang mengatakan Hak untuk hidup manusia itu tidak diberikan oleh siapapun, dan atas konsekuensi dari apa pun. Termasuk tidak ada konsekuensi dari kewajiban. Tetapi sayangnya keadilan itu diperjuangkan melalui hukum. Dan yang lebih buruk lagi sekarang hukumnya menjadi sakral. Indonesia itu negara hukum, tetapi yang sakral itu bukan hukum. Yang sakral itu adalah keadilan. Keadilan itu sakral, hukum itu adalah cara untuk menegakkan keadilan. Hukum itu sebenarnya cuman mekanisme, hukum itu hasil dari hakim jaksa dan semua yang ada disitu yang akhirnya memunculkan keputusan hukum. Yang diharapkan itu berkeadilan. 



--

 

Karena yang pertama kali mengajukan, tidak ada hukum, kecuali hukum Alloh, itu cuman Khawarij. Jadi kalau misalkan kita hitung, di dalam Al Quran itu, atau di dalam kebiasaan Nabi dan para Sahabat. Hukum itu ada di bawah ketidaktahuan kita atas kejahatan. Hukum itu semuanya, harus tunduk pada moral dan belas kasih. 

Jadi misal gini....

 

.

.

 

Seumur hidup, nabi dan para sahabatnya, Nabi Muhammad tidak pernah ditanya apa hukumnya ini? gak ada satupun hadits yang menanyakan ini hukumnya apa? Jadi sebenarnya bukan hukum, moral, kemudian moral itu diterjemahkan di dalam hukum. 




--


Hukum itu tidak sakral, sehingga dia lebih mudah berubah terhadap perkembangan zaman. Tetapi hukum itu menjadi sakral karena ada banyak kepentingan2 etika, kepentingan2 formal yang ada disana. Hukum itu adalah bagian dari kebudayaan, dan wujud dari kesepakatan bersama manusia. Al Quran itu adalah dasar hukum, yang kemudian hukumnya itu dijalankan sama manusia. Dan hakimnya juga manusia, tapi berdasarkan pada hukum. Hukum islam itu (buatan manusia) di dasarkan pada Al Quran dan Sunnah. Jadi Al Quran Sunnah itu bukan hukum, tetapi dasar hukum. Nah sekarang itu diganti, gara2 yang tadi itu, gara2 khawarij. Al Quran dan Sunnah itu dasar hukumnya, bukan hukum itu sendiri. Dasar hukum yang harus diturunkan, dalam hukuman2 yang sesuai setiap zaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korupsi dan Penjajahan | Catatan Guru Gembul

  Saya kemarin cerita ke murid2 saya di sekolah , cerita bahwa di Indonesia KORUPSI itu susah untuk diberantas. Misalkan PAK SAMBO divonis sekian tahun penjara. Siapa yang membuktikan? bahwa nanti dia akan tetap tinggal di penjara? saya katakan seperti itu. Mungkin aja dia ganti identitas, terus dia pindah pulau, pindah negara, dan sebagainya. Atau malam2 bisa keluar, kan pernah ada kejadian yang seperti itu. Karena ada contohnya, ada berita yang keluar.    Kan misalkan begitu, ini mah kan hayalan. Kan misalkan begitu...   Putus Asa . Saya katakan, jadi kalau misalkan kita mau memberantas soal korupsi, kita gak bisa bilang bahwa hukuman mati buat koruptor dan sebagainya. Gak sesederhana itu, saya jelaskan bahwa KORUPSI itu begini, begini, begini. Kemudian saya tanya , sebagai guru kan, setelah saya ajukan masalahnya. Kira2 menurut kalian, apa solusinya? Mereka itu kompak jawabnya, pak sudahlah pak, jangan bahas yang kayak gini terus. Kalau misalkan kita mau maju, kita undang lagi pemer

Masalah Pendidikan - Catatan Guru Gembul

  Guru Gembul . Berikan tepuk tangan untuk Bang guru gembul. Emang tinggal di Bandung?  Tinggal di Bandung, saya kan? orang Bandung.  Kirain sudah berkarir di Jakarta.. Saya itu dulu suka main PS. Jadi si avatarnya di dalam PS itu kalau bikin  orang gitu, buat diberantem2in, itu namanya GEMBUL apa gitu. Sedangkan  Gurunya karena guru?  Gurunya  karena saya profesinya  dalam tanda kutip ya, adalah  guru. Sampai sekarang masih mau ngajar?  MASIH..kemarin aja saya ngajar di sekolah.  Tapi itu tetap seperti guru-guru di SD Negeri atau apa? atau gimana? Guru honor  tidak tetap sih. Guru Honor, spill donk... gaji berapa sih? guru honor sekarang berapa?    Iya sekitar 900ribu sampai sejutaan, sebulan. K alau yang temen-temen saya itu bisa sampai 150.000  ada yang 200ribu. Ada juga yang bertahun2 gak dapat? jadi ikhlas aja makanya ya?  Sensasi . Makanya di sini tuh di negeri kita tuh.. Jadi ada orang-orang yang cari sensasi bikin kerusakan moral dan  lain-lain itu gajinya gede banget. Guru tu

Banjirnya Ilmu Pengetahuan | Catatan Guru Gembul

  Disklaimer Ini adalah transkrip dari youtube perbincangan Helmi Yahya dengan Guru Gembul. Jadi kalau mau melihat lebih lengkap, bisa langsung saja ke sumber perbincanganya.    Zaman Media . Sekarang itu zaman media. Jadi kalau misalnya (ada pertanyaan) Pengetahuanya darimana? Itu sebenarnya pertanyaan kurang relevan untuk zaman sekarang. Karena kita (untuk) mengetahui / akses untuk mendapatkan informasi itu banyak sekali kan? (Untuk Zaman) Sekarang pertanyaan yang paling utama BUKAN Darimana kalian mendapatkan Pengetahuan?  Tetapi darimana? (kita mengetahui bahwa) Pengetahuan itu BENAR, Pengetahuan itu bisa DIVERIFIKASI.   Kurasi menjadi penting?  kegiatan mengelola benda-benda dalam ekshibisi di museum atau galeri Iya itu penting. Kan kalau misalkan dalam metodologi ilmu itu, setelah kita mengumpulkan sebanyak mungkin sumber, kita mampu mengkritik sumber itu. Nah kita sekarang, di zaman digital, di zaman cyber, di zaman yang entah namanya apa ini? yang setiap sepuluh tahun itu namp